Selasa, 05 Agustus 2008

PPRN Targetkan 14 Kursi

Selasa, 5 Agustus 2008 | 01:06 WIB

PANGKALPINANG, SELASA-Partai Peduli Rakyat Nasional (PPRN) memasang target perolehan 14 kursi lebih di DPR-RI pada Pemilu 2009. "Dari 560 kursi yang ada di DPR-RI, kita harus mampu merebut lebih dari 14 kursi," ujar Ketua Umum PPRN, Dr.Amelia Ahmad Yani ketika menghadiri acara konsolidasi di Pangkalpinang, Provinsi Bangka Belitung, pekan lalu.

Menurut dia, target di atas 14 kursi DPR-RI harus mampu dicapai agar bisa memiliki kekuatan politik di dewan dan mampu mengeluarkan kebijakan serta membuat undang-undang yang pro terhadap kepentingan rakyat. "Sudah waktunya Indonesia berubah dan masyarakatnya sejahtera. PPRN ini untuk kesejahteraan rakyat membenahi bidang pendidikan di Indonesia yang kian memprihatinkan," katanya.

Ia mencontohkan,sampai sekarang 20 persen anggaran pendidikan yang menjadi target pemerintah belum tercapai.Sehingga sangat naif derajat pendidikan anak-anak Indonesia. "Kita harus mampu keluar dari kondisi pendidikan yang masih terpuruk dengan melakukan perubahan total.Anak-anak bangsa tidak lagi terbelenggu oleh sistem pendidikan yang masih merugikan mereka seperti pungutan ini dan itu,sehingga terasa memberatkan dan menghambat anak dari keluarga tidak mampu," ujarnya.

PPRN,kata dia, optimis dan tidak ’takut’ bersaing dengan partai peserta pemilu lainnya,karena PPRN sudah mempersiapkan kader yang cukup solid,merata di setiap daerah. "Namun Konsolidasi internal partai terus digencarkan di setiap daerah untuk menggalang kekuatan dan melakukan kegiatan sosial di tengah masyarakat sebagai upaya memperkenalkan partai ini kepada masyarakat," ujar putri pahlawan revolusi Jenderal Ahmad Yani itu.

Terkait dengan kuota 30 persen pencalegan perempuan,kata dia, PPRN siap untuk memenuhi kuota tersebut. "Memang tidak mudah untuk mencari perempuan yang punya keinginan terjun ke dunia politik,namun menjadi tugas berat partai ini untuk menarik minat kaum perempuan berkecimpung di dunia politik," ujarnya.


ROY
Sumber : Antara

DPRD Flores Timur Mogok Bersidang

Jumat, 25 Juli 2008 15:25

Laporan Peren Lamanepa

Larantuka, NTT Online - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Flores Timur selama sebulan terakhir mogok sidang. Sikap ini diduga berkaitan erat dengan sikap keras kepala Bupati Flores Timur Simon Hayon yang menolak permintaan lembaga itu untuk hadir memberikan klarifikasinya sehubungan dengan desakan Forum Dewan Pastoral Paroki (F-DPP) se-kota Larantuka beberapa waktu yang lalu.

Dalam aksinya ke Dewan, Forum DPP mendesak DPRD setempat untuk memfasilitasi dialog terbuka dengan Bupati Simon Hayon terkait sejumlah pernyataannya di berbagai kesempatan yang irasional, provokatif, menebar kebencian serta melukai rasa keimanan penganut agama dan masyarakat berbudaya Lamaholot.

Ketua DPRD Mikhael Betawi Tokan saat menerima Forum DPP pada Sabtu (19/7) lalu mengemukakan bahwa Dewan sendiri kesulitan mengambil langkah lebih lanjut terkait desakan Forum, mengingat setiap agenda rapat selalu tidak terlaksana akibat tidak quorum.

Hal senada juga disampaikan Sekretaris Fraksi Partai Pelopor Piter Krowin. Dia mengaku kalau agenda-agenda pembahasan di dewan kini tertunda karena tidak quorum. Krowin melihat adanya scenario terselubung yang sedang dimainkan di lembaga itu agar rencana pemanggilan Bupati Simon Hayon terus tertunda.

“Kita lihat saja sekarang. Ada sejumlah anggota Dewan kini diberangkatkan untuk mengikuti bimtek. Orang-orang yang sama saja,” katanya kepada NTT Online, Jumat (25/7) siang.

Informasi yang berhasil dihimpun di Sekretariat DPRD Flores Timur menyebutkan bahwa, Sekwan terpaksa bersurat kepada masing-masing partai politik yang memiliki wakil di DPRD Flores Timur agar memerintahkan anggota fraksinya mengikuti setiap agenda persidangan DPRD yang sempat tertunda.

Sementara itu, Koordinator Gerakan Pemuda Reinha (GPR), Ferry Fernandez menilai, aksi mogok sidang yang diperlihatkan kalangan di DPRD Flores Timur belakangan ini justru membenarkan kecurigaan kelompoknya tentang adanya konspirasi antara DPRD dengan Bupati Simon Hayon.

“Sejak awal kita sudang curiga, makanya kita sudah dua kali tidak aksi ke dewan tapi langsung ke kantor bupati dan rumah jabatan desak bupati turun.”

Fernandez lebih lanjut menguraikan sejumlah indikasi tersumbatnya arus informasi di Flores Timur. Selain dewan yang tidak kunjung bersidang, indikasi lainnya menurut dia adalah tumpulnya pena media yang beredar di Larantuka dalam mengkritisi apa yang disebutnya dengan konspirasi tersebut.

Tentang peran media massa tersebut, Ferry menduga kuat Simon Hayon melalui jaringan kerjanya telah “membeli” media. “Bayangkan saja, aksi kita yang pertama tidak pernah ditulis, tau-tau Pos Kupang memuat wawancara dengan Bupati Simon Hayon. Ini kan sangat tidak berimbang. Tetapi bukan soal bagi kami, karena GPR tidak sedang mencari pembelaan dari media. Mau tulis syukur, tidak juga tidak apa-apa.”

Terhadap dugaan konspirasi bupati, DPRD dan media massa ini, Ferry Fernandez menandaskan bahwa GPR dalam waktu dekat akan kembali menggelar aksi besar-besaran yang melibatkan kalangan generasi muda secara lintas agama.

“Target kami, karena pemerintahan sudah berjalan dibawa bayang-bayang teori mistik takhyul, tidak irasional, provokatif dan bupati sendiri sering menebar kebencian, dan memutarbalikan doktrin tentang wawasan nusantara, maka kita sebagai generasi muda tidak akan segan-segan mendesaknya mundur dari jabatan sebagai bupati. Tekat kami sudah bulat dan tidak bisa ditawar-tawar lagi, lihat saja nanti.”

Rekaman NTT Online, selama 2 bulan terakhir sudah terjadi 15 kali aksi demo menentang sejumlah kebijakan, dan pernyataan yang dibuat Bupati Simon Hayon yang dinilai irasional dan provokatif. Selain itu, dema tandingan yang diduga digerakan oleh beberapa anggota DPRD yang setiap kepada bupati juga berlangsung terus.

Dalam aksi mereka yang terakhir Senin (21/7) lalu, GPR berhasil mengusir dari rujab Bupati Flores Timur sebuah kelompok terdiri dari 26 anggota Linmas dari Desa Deri Kecamatan Ile Boleng yang dikoordinir Kades Deri Fransiskus. Kelompok 26 orang ini diduga datang tanpa ijin polisi dan langsung dibawa keluar kompleks rujab menggunakan mobil patroli Dalmas Polres Flores Timur.(*)

KPU NTT Gugurkan Lima Calon Anggota DPD

Jumat, 25 Juli 2008 15:07


Kupang, NTT Online - Komisi Pemilihan Umum daerah (KPU) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), dalam verifikasi tahap awal menggugurkan lima dari 45 calon anggota DPD RI asal NTT karena tidak memenuhi syarat pencalonan.

Lima calon anggota DPD itu adalah Yoseph Kuek, Thobias Mase, Dr. A.H. Kulugo, Dr. dr. H.A. Fernandez. M.Kes, dan Drs. M. Hamatara, kata Ketua Pokja Pencalonan KPUD Provinsi NTT, Jhon Depa, Kamis.

Jhon Depa yang dikonfirmasi sedang berada di Ende, mengatakan dari lima orang itu ada dua orang yang berstatus sebagai pegawai negeri sipil yang digugurkan karena tidak bisa menunjukkan surat pengunduran diri sebagai PNS.

Sementara tiga lainnya, gugur karena tidak memenuhi syarat dukungan dan penyebaran wilayah dukungan sebagaimana yang diisyaratkan undang-undang, katanya.

Menurut dia, ada 40 nama yang lolos verifikasi tahap pertama dan mengikuti verifikasi faktual di lapangan untuk memastikan bahwa dukungan yang diberikan oleh masyarakat itu murni dan tidak ada dukungan ganda.

"Artinya, semua calon yang mendaftar akan dicek kelengkapan administrasinya sesuai dengan ketentuan pasal 14 ayat 1 huruf m Peraturan KPU Nomor 13 Tahun 2008, tentang pedoman teknis, tata cara penelitian, verifikasi, penetapan dan pencalonan perseorangan peserta Pemilu anggota DPD RI tahun 2009.

Syarat itu antara lain, minimal mendapat dukungan 2.000 warga pemilih NTT yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang masih berlaku.

Dukungan ini, kata dia, harus tersebar di 10 dari 20 kabupaten/kota di NTT.

Mengenai kemungkinan dukungan ganda, dia mengatakan, bagi calon yang diketahui memiliki dukungan ganda dari masyarakat, maka semuanya akan digugurkan.

"Itu ketentuan yang sudah diatur, jadi kalau ada dua atau tiga calon yang menggunakan satu KTP, kita gugurkan semua," katanya.

Semua calon anggota DPD yang lolos akan memperebutkan empat kursi DPD RI periode 2009-2014 dari daerah pemilihan Nusa Tenggara Timur (NTT), katanya. antara









Minat Menjadi Anggota KPU di NTT

Kupang, DEMOS NTT Online - Minat menjadi anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sangat tinggi, ditandai dengan banyaknya anggota masyarakat yang mengambil formulir pendaftaran.
Ketua Panitia Seleksi anggota KPU Provinsi NTT, Dr. Stefanus Jhon Kota, MHum, di Kupang, Senin mengatakan sejak dibuka pendaftaran pada tanggal 25 Juli lalu, sudah ada 75 orang yang mengambil formulir pendaftaran.

"Minat untuk menjadi anggota KPU Provinsi NTT sangat tinggi. Di hari ketiga pendaftaran saja sudah ada 75 orang yang mengambil formulir," kata Ketua Program Studi Magister Hukum Universitas Nusa Cendana Kupang itu.

Dari nama-nama yang sudah mengambil formulir pendaftaran itu, terdapat sejumlah pejabat yang sudah pensiun seperti mantan Asisten I Setda NTT, Drs. Djidon de Haan, mantan Kepala Badan Pengawas (banwas) Provinsi NTT, Rafael Tura Raya.

Terdapat pula sejumlah anggota KPU kabupaten/kota seperti Ketua KPU Kabupaten Kupang, Jhoni Tirang, anggota KPU Kota Kupang, Y. Herlok dan empat anggota lama KPU Provinsi NTT yakni Joseph Dasi Djawa, SH, Robinson Ratu Koreh, Jhon Depa dan Jhon Lalongkoe.

Para peserta yang sudah mendaftarkan diri ini akan memperebutkan kuota lima anggota KPU Provinsi NTT untuk lima tahun mendatang.

Menurut Jhon Kotan, panitia akan membuka kesempatan bagi masyarakat untuk mendaftarkan diri menjadi calon anggota KPU Provinsi NTT hingga 5 Agustus mendatang.

Mulai tanggal 6 hingga 8 Agustus, kata dia, panitia akan melakukan seleksi administrasi para peserta yang melamar menjadi anggota KPU.

Bagi peserta yang lolos administrasi, akan mengikuti tahapan seleksi selanjutnya. Semua tahapan seleksi menggunakan sistem gugur, kata Jhon Kotan. antara

Kamis, 05 Juni 2008

Bupati Simon Hayon Irasional dan Provokatif

Larantuka, DEMOS NTT Online - Para tokoh masyarakat Larantuka dan tokoh umat dari 4 paroki di Larantuka mengecam keras pernyataan politik yang disampaikan Bupati Simon Hayon belakangan ini di berbagai kesempatan di desa-desa yang dinilai tidak rasional dan mengarah pada tindakan provokasi.
Para tokoh tersebut Sabtu (31/5) lalu berkumpul dan berdiskusi di aula kantor Paroki San Juan – Lebao. Mereka antara lain membahas sambutan yang dibuat Bupati Simon Hayon saat melantik Kades Kobasoma, Kecamatan Titehana yang dinilai sangat tidak rasional dan memutarbalikan kepercayaan masyarakat dan umat serta dapat membingungkan generasi muda Flores Timur yang saat ini sedang duduk di bangku sekolah.
Diskusi diprakarsai Kelompok Pemerhati Masalah Sosial, yang dikoordinir Cypri Lamury. Hadir pada kesempatan itu sedikitnya 28 tokoh masyarakat dan tokoh umat dari 4 paroki, Paroki Bunda Pembantu Abadi – Weri, Paroki San Juan – Lebao, Paroki Kathedral Reinha Rosari Larantuka dan Paroki St. Ignatius – Waibalun juga 4 rohaniawan Katolik, Pro Vikjen Keuskupan Larantuka, Rm. Gabriel Unto da Silva,Pr., Romo Yoseph Sani Teluma,Pr, Romo Yohanes Sasi,Pr dan Romo Leo Lewoklore,Pr.
Para tokoh masyarakat yang hadir pada diskusi itu antara lain mantan Ketua DPRD Lembata, Philipus Riberu, mantan Wakil Ketua DPRD Flores Timur, Arnoldus Wio Harut dan Lambertus Tulen Hadjon dan Ignas Teluma.
Selain mengecam sikap Bupati Simon Hayon, para tokoh itu juga menuding kalangan pers di Larantuka tidak memiliki kepekaan social untuk mengadang perkembangan sikap Bupati Simon Hayon yang mereka sebut telah mengarah para proses penyesatan iman umat dan keyakinan warga atas hal-hal yang berkiatan dengan ajaran agama. Romo Yan Sasi,Pr malah menuding pers di Larantuka telah dibeli untuk mengamankan kepentingan Bupati Simon Hayon.
Sementara tomas, Phlipus Riberu menyesalkan proses pencarian dan penelusuran terhadap asal-usul sebuah suku, kampong serta seluruh tradisi budaya yang melekat di dalamnya yang dilakukan oleh Bupati Simon Hayon. Langkah itu katanya, bisa menimbulkan perpecahan baik di kalangan suku itu sendiri juga bisa melibatkan suku lain.
“Masa sih, Nusantara yang kita tahu selama ini berasal dari dua suku kata, Nusa dan Antara, sekarang oleh Simon Hayon dikatakan berasal dari 3 suku kata, Nuh, San dan Tara? Ini bisa menyesatkan intelektual generasi muda kita, apalagi pernyataan itu tidak memiliki pendasaran secara ilmiah.”
Dari sejumlah pemikiran dan informasi yang disampaikan dalam diskusi terbatas itu, para tokoh yang hadir dalam diskusi itu sepakat bahwa kelatahan yang disampaikan Bupati Simon Hayon dalam mengungkapkan ilusi dan pengalaman mistik pribadinya serta pemikirannya yang irasional harus segera dihentikan dan diakhiri.
Karena menurut mereka, apa yang terjadi dewasa ini adalah upaya pemaksaan kehendak yang sistematis dengan mengabaikan dialog yang cerdas bahkan sudah melibatkan alat Negara dalam hal ini militer untuk memberi tekanan psikologis kepada warga.
Selain itu, para tokoh itu juga sepakat untuk meminta penjelasan resmi pemerintah menyangkut sumber dana yang digunakan untuk membeli 3 ekor sapi dan 1 ekor kerbau untuk kepentingan pelaksanaan upacara adat di Desa Nobo ,Kecamatan Ile Boleng beberapa waktu yang lalu.
“Dia boleh mengklaim sebagai penguasa bumi, tetapi uang yang ada di APBD itu adalah uang rakyat, bukan uang miliknya pribadi. Jadi pemerintah harus jelaskan itu secara transparan dari mana sumber uang untuk beli sapi dan kerbau itu.” (laporan Peren Lamanepa/NTT Online)

Bank Dunia Bantu Program Pemberdayaan TKI di NTT

Kupang, DEMOS NTT Online - Bank Dunia akan mendanai program pemberdayaan tenaga kerja Indonesia (TKI) di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), sebagai salah datu daerah basis TKI di Indonesia.

Selain didukung Bank Dunia, program ini dilaksanakan atas hibah Japan Social Development Fund (JSDF), kata Kepala Badan Nasional Penempatan dan Pelindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Moh. Jumhur Hidayat, di Kupang, Selasa.

Dia mengemukakan hal itu setelah memperkenalkan program pemberdayaan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) kepada masyarakat di Kupang selama dua hari.

Program pemberdayaan Tenaga Kerja Indonesia ini akan dilaksanakan melalui kerja sama BNP2TKI dengan Australia-Nusa Tenggara Assistance for regional Autonomy (ANTARA).

Program ini, kata Jumhur, ditujukan bagi TKI dan keluarganya, guna mengurangi angka kemiskinan di daerah basis TKI.

Dia menjelaskan, program yang diprakarsai AusAID (Australian Agency for International Development) atau Pemerintah Australia dengan melibatkan Pemprop NTT, mendapat bantuan pendanaan dari Bank Dunia.

“Fokus utama program ini adalah penerapan sistem pendukung di perdesaan bagi TKI dan keluarga TKI, di antaranya berupa penyediaan instrumen keuangan mikro yang tepat untuk mereka sehingga dapat memberdayakan kehidupan para TKI di berbagai tempat,” katanya.

Jumhur megatakan program ANTARA akan berlangsung selama dua tahun hingga tiga tahun di empat propinsi, yakni NTT, NTB, Jawa Barat dan Jawa Timur.

Ia mengakui, program ini merupakan unggulan yang sengaja digagas untuk meningkatkan martabat kehidupan TKI di Tanah Air.

Jumhur menyebutkan, program ANTARA mencakup lima hal yakni pertama, pengembangan sistem pendukung (pemberdayaan) TKI berbasis komunitas.

Hal itu dilakukan dengan memfasilitas terbangunnya organisasi komunitas atau kelompok TKI di tiap desa asal TKI (buruh migran).

Kedua, memberikan pelatihan kepada TKI utamanya mengenai hak-hak buruh migran, pegelolaan organisasi, dan model penyebaran informasi untuk TKI.

Ketiga, menyediakan pembiayaan awal (subgrant) yang dapat dikelola kelompok TKI.

Keempat, membangun jaringan komunikasi antar kelompok TKI.

Kelima, menciptakan sistem pemantauan komunitas atas kegiatan migrasi buruh migran di tingkat desa, kata Jumhur. (antara)

Jelang Pilgub NTT Belum Semua Daerah Miliki Panwas

Kupang, DEMOS NTT Online - Sepuluh hari menjelang Pemilu Gubernur NTT periode 2008-2013, masih ada sejumlah kabupaten yang belum ada panitia pengawas (Panwas). Ketua Panwas Pilgub NTT, Drs. Djidon de Haan, MS.i yang dikonfirmasi di Kupang, Rabu mengakui ada empat kabupaten yang belum memiliki Panwas Pilgub NTT yakni Rote Ndao, Kabupaten Belu, Flores Timur dan Ende.

“Masih ada empat kabupaten yang belum ada panitia pengawas Pilgub NTT. Kita harapkan sebelum hari pemungutan suara pada 14 Juni mendatang semua Panwas sudah bekerja,” katanya.

Menurut dia, belum ada Panwas di empat kabupaten ini bukan karena belum direkrut. Rekrutmen keanggotaan Panwas sudah dilakukan tetapi belum dikukuhkan karena harus menunggu Ketua Pengadilan di daerah masing-masing.

Flores Timur misalnya, walaupun belum dilantik untuk mulai melaksanakan tugas-tugas pengawasan, mereka sudah mengirim surat keputusan (SK) pembentukan Panwas di daerah itu kepada Panwas Pilgub NTT.

Dia menambahkan, ada dua alasan yang menghambat proses pembentukan Panwas di tingkat kabupaten/kota yakni dipicu oleh kontroversi dasar pembentukan Panwas karena adanya perbedaan penafsiran terhadap UU yang menjadi rujukan dalam pembentukan Panwas.

Kendala lain adalah penyesuaian waktu pengambilan sumpah jabatan oleh Ketua Pengadilan Negeri di masing-masing daerah, katanya.

Mengenai sah tidaknya proses yang sudah berjalan, dia mengatakan, walaupun tidak ada Panwas di empat daerah ini, penyelenggaraan Pemilu tetap sah.

Ini karena yang melakukan pengawasan terhadap tahapan-tahapan Pilgub NTT bukan hanya Panwas, tetapi juga oleh masyarakat dan pemantau.

“Jadi tidak ada masalah karena Panwas hanya salah satu penyelenggara, masih ada penyelenggara lain yang melaksanakan Pilgub NTT seperti Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD).

Mengenai pelanggaran, dia mengatakan, jika terjadi pelanggaran dalam tahapan Pilgub ini pada daerah yang belum memiliki Panwas, maka Panwas Provinsi yang bertugas menyelesaikan sengketa atau pelanggaran tersebut. antara

DPRD NTT Akan Minta Penjelasan KPUD Soal Perubahan DPT


Kupang, DEMOS NTT Online - Ketua DPRD Nusa Tenggara Timur (NTT), Melkianus Adoe mengatakan, pihaknya memandang penting untuk meminta penjelasan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) soal perubahan Daftar Pemilih Tetap (DPT) pemilu Gubernur-Wakil Gubernur NTT periode 2008-2013 yang sudah dua kali berubah.

“Kami mengambil sikap untuk mendengar penjelasan dari KPUD NTT soal perubahan DPT tersebut karena berbagai aspirasi rakyat yang menghendaki demikian selain tuntutan para pengunjuk rasa di lembaga perwakilan rakyat ini,” kata Adoe di Kupang, Rabu.

Ia mengatakan, pihaknya sudah menjadwalkan dengar pendapat dengan KPUD NTT pada Kamis (5/6) dengan agenda khusus meminta penjelasan seputar perubahan DPT yang sudah terjadi yang kedua kalinya ini.

KPUD NTT dalam keputusannya No.24 Tahun 2008, menetapkan DPT untuk Pilgub NTT periode 2008-2013 tercatat 2.649.895 jiwa, namun dalam perjalanan KPUD NTT menyatakan ada pengurangan jumlah pemilih sebanyak 5.924 jiwa sehingga DPT untuk Pilgub NTT tercatat 2.643.971 jiwa.

Ketua KPUD NTT, Ir Robinso Ratu Kore sebelumnya menjelaskan, ada pengurangan data jumlah pemilih seperti di Kabupaten Flores Timur yang mencapai sekitar 7.000 orang itu ditemukan saat dilakukan “entry point” data di komputer.

“Tidak hanya pengurangan jumlah pemilih, tetapi juga ada penambahan jumlah pemilih di daerah lain. Jadi adanya pengurangan dan penambahan jumlah pemilih,” katanya.

Sementara itu, anggota KPUD NTT yang lain, Hans Ch Louk dan John Depa menjelaskan, perubahan DPT Pilgub NTT yang kedua kalinya ini untuk mengakomodir sekitar 400 pemilih di Kabupaten Kupang dan Ngada yang sudah terdaftar sebagai pemilih sementara tetapi tidak tercatat dalam DPT.

Ketika mengumumkan DPT Pilgub NTT yang pertama kali, anggota KPUD NTT John Lalongkoe menyatakan, DPT yang sudah ditetap ini tidak akan berubah lagi meski ada pemilih yang belum terdaftar di daerahnya masing-masing.

Ia menegaskan, pihaknya bukan bekerja untuk mencatat pemilih, tetapi hanya mengakomodir dari masing-masing kabupaten/kota dengan mengacu pada pemilu pilpres putaran kedua pada 2004.

Adanya perubahan DPT berupa pengurangan jumlah pemilih pada daerah pemilihan tertentu dan penambahan jumlah pemilih pada daerah pemilihan tertentu ini membuat DPRD NTT memandang penting untuk meminta penjelasan dari KPUD NTT soal perubahan DPT dimaksud.

“Kita akan meminta penjelasan dari KPUD NTT soal perubahan DPT Pilgub NTT ini agar seluruh rakyat NTT tahu soal perubahan dimaksud,” kata Melkianus Adoe. (antara)

Theresia Mia Tobi dari Flotim dan Angerius Takalapeta dari Alor Dapat Penghargaan Kalpataru dari Presiden

Jakarta, DEMOS NTT Online - Theresia Mia Tobi dari Flores Timur Nusa Tenggara Timur dan Angerius Takalapeta dari Alor mendapat penghargaan pelestarian lingkungan atau yang dikenal Kalpataru 2008 yang dianugerahkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara, hari ini.

Penghargaan Kalpataru tahun ini diberikan kepada sembilan orang dari berbagai provinsi dan tiga lembaga swadaya masyarakat. Kalpataru dibagi ke dalam empat kategori, masing-masing perintis lingkungan, pengabdi lingkungan, penyelamat lingkungan, dan pembina lingkungan.

Untuk kategori perintis lingkungan, diserahkan kepada Cukup Rudiyanto dari Indramayu Jawa Barat, Sriyatun dari Surabaya Jawa Timur, Abu Wenna dari Wajo Sulawesi Selatan, Theresia Mia Tobi dari Flores Timur Nusa Tenggara Timur, dan Abbas H Usman dari Indragiri Hilir Riau.

Kategori pengabdi lingkungan diberikan kepada Jadjit Bustami dari Bondowoso Jawa Timur, Lalu Selamat dari Dompu Nusa Tenggara Barat, dan Muthalib Ahmad dari Banda Aceh Nangroe Aceh Darussalam.

Kategori Penyelamat Lingkungan Masyarakat dari Desa Pekraman Buahan, Bangli Provinsi Bali, kelompok tani Argo Mulyo dari Madiun Jawa Timur, dan LSM Bahtera Melayu dari Bengkalis Provinsi Riau.

Sedangkan kategori Pembina Lingkungan diberikan kepada Angerius Takalapeta dari Alor Nusa Tenggara Timur.

Selain penghargaan Kalpataru, dalam peringatan hari lingkungan hidup 2008 juga diberikan penghargaan Adipura.

Untuk kategori kota Metropolitan diberikan pada Palembang, Jakarta Selatan, Jakarta Barat, Surabaya, Jakarta Utara, dan Jakarta Pusat.

Kategori kota besar diberikan kepada Pekanbaru, Padang, dan Batam.

Untuk kategori kota sedang ada 28 kota yang menerima penghargaan Adipura dan kategori kota kecil terdapat 57 kota.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam acara itu didampingi Ibu Negara Ani Yudhoyono. (NTT Online)

Unjuk Rasa Desak KPU NTT Tunda Pilgub

Kupang, DEMOS NTT Online - Para pendukung pasangan calon gubernur dan wakil gubernur NTT, Dr. Beny K. Harman dan Alfred Kase (Harkat), Rabu menggelar unjuk rasa di depan Sekretariat KPU dan DPRD NTT. Mereka mendesak KPU menunda pelaksanaan Pilgub NTT sampai ada keputusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap.

“Pengadilan telah mengeluarkan putusan setelah sebagai tanda bahwa gugatan pasangan Beny Harman-Alfred Kase diterima, sehingga KPU harus menghentikan sementara proses sampai ada keputusan dari pengadilan,” kata Koordinantor unjuk rasa, Ferdinand Leo.

Penghentian sementara tahapan Pilgub NTT ini sangat penting agar putusan Pengadilan Negeri yang sedang menangani perkara ini nantinya tidak menimbulkan kerugian bagi negara.

“Jika Pengadilan Negeri mengabulkan gugatan Harkat, maka semua anggota KPU harus bertanggung jawab terhadap kerugian negara yang sudah dikeluarkan untuk kepentingan penyelenggaraan Pilgub NTT,” kata Ferdinand.

Dia mengatakan KPU Provinsi NTT seharusnya belajar dari pengalaman kasus di Pangkal Pinang, dan proses pilkada dihentikan karena pengadilan setempat mengabulkan permohonan tergugat.

“Kita tidak boleh mengulangi kesalahan karena dampaknya akan merugikan rakyat dan keuangan negara,” kata Ferdinand Leo yang melakukan orasi dari atas mobil terbuka yang diparkir di pintu pagar KPU NTT.

Pengadilan Negeri Kupang saat ini sedang menyidangkan perkara gugatan pasangan Beny Harman dan Alfred Kase serta Alfons Loe Mau-Frans Salesman, yang merasa dirugikan dengan keputusan KPU yang menggugurkan dua pasangan calon ini.

Selain menggugat keputusan KPU yang menggugurkan dua pasangan calon ini, mereka juga menggugat KPU karena proses penyelenggaraan Pilgub NTT bertentangan dengan PP 6 Tahun 2006. (antara)

Sabtu, 17 Mei 2008

Parpol Tidak Bisa Menarik Dukungan Setelah Mendaftar

Jakarta, DEMOS NTT Online- Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Abdul Hafiz Anshary mengatakan koalisi partai atau partai politik yang sudah mencalonkan dan mendaftarkan pasangan kepala daerah ke KPU daerah tidak bisa menarik dukungannya dan mencalonkan orang yang berbeda.
Menurut Anshary, di Jakarta, Jumat (16/5), ketentuan tersebut juga berlaku bagi pemilihan kepala daerah di Nusa Tenggara Timur. Meskipun tidak eksplisit disebutkan dalam peraturan yang ada, berdasarkan kajian tim hukum KPU, partai atau koalisi partai yang telah mendaftarkan pasangannya, tidak dapat menarik dukungan.
"Berdasarkan UU Nomor 32 tahun 2004 dan peraturan KPU, partai dan koalisi partai yang sudah menandatangani kesepakatan mencalonkan seseorang dan mendaftar tidak boleh menarik dukungannya," katanya di gedung KPU.
Sebelumnya, Ketua KPU Abdul Hafiz mengirimkan surat ke KPU NTT yang isinya rekomendasi untuk dilakukan peninjauan kembali penetapan pasangan calon peserta pemilihan gubernur NTT periode 2008-2013 karena dinilai terdapat kekeliruan substansial dan prosedural sehingga berdampak pada gugatan hukum.
Adanya surat dari KPU Pusat kepada KPU NTT itu setelah mendalami laporan dari pasangan calon Benny K Harman-Alfred M Kasse yang disampaikan pada 11 Mei 2008.
KPU Pusat meminta KPU NTT meninjau kembali penetapan pasangan calon peserta Pilgub NTT periode 2008-2013 dengan berpedoman pada ketentuan Pasal 2 UU No.22 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilu serta Pasal 59 ayat (5) huruf c UU No.32 Tahun 2004.
Pasal ini menyatakan bahwa "Partai politik atau gabungan partai politik pada saat mendaftarkan pasangan calon, wajib menyerahkan surat pernyataan tidak akan menarik pencalonan atas pasangan yang dicalonkan yang ditandatangani oleh pimpinan partai politik atau pimpinan partai politik yang bergabung".
Ketentuan pasal tersebut diimplementasikan dalam formulir Model B3-KWK yang menegaskan bahwa "Surat pernyataan gabungan partai politik tidak akan menarik pencalonan atas pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah".
Namun, KPU pusat menemukan sejumlah kejanggalan, terutama dari parpol pengusung yang melakukan tarik-menarik dukungan, padahal sudah mengisi dan menandatangani formulir Model B3-KWK.
Ia mengatakan anggota KPU Provinsi NTT akan datang ke KPU untuk membahas masalah tersebut.
"Surat yang dikirim tidak meminta untuk membatalkan tetapi mempertimbangkan kembali keputusan yang sudah dikeluarkan. Karena dari kajian kami memang ada beberapa hal yang secara prosedural belum dilakukan KPU setempat," katanya.
Ia mengakui surat tersebut dibuat tanpa ada rapat pleno anggota KPU karena alasan sejumlah anggota KPU bertugas keluar kota. Namun, pada Jumat (16/5) telah dilakukan rapat pleno mengenai surat yang dikirimkan KPU pusat dan hasilnya rapat pleno menyetujui isi surat, katanya.
Sebelumnya, pada 5 Mei lalu, KPU NTT menetapkan tiga calon peserta Pilgub NTT, yakni pasangan Ibrahim Agustinus Medah-Paulus Moa yang diusung Partai Golkar, pasangan Frans Lebu Raya-Esthon Foenay yang diusung PDI Perjuangan, dan pasangan Gaspar Parang Ehok-Yulius Bobo yang diusung sejumlah parpol yang tergabung dalam Koalisi Abdi Flobamora.
Penetapan calon peserta Pilgub NTT ini mendapat protes dari massa dan simpatisan pendukung Benny K Harman-Alfred M Kasse (Harkat) serta pasangan Kombes Pol Alfons Loemau-Frans Salesmen yang dinyatakan gugur tanpa ada suatu argumentasi hukum yang jelas dari KPU NTT.
Akibatnya, KPU NTT kemudian mengambil langkah untuk menghentikan sebagian jadwal dan tahapan Pilgub NTT mulai 6-14 Mei 2008 tanpa sepengetahuan dan persetujuan DPRD NTT, Gubernur NTT dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri).
Sementara itu, pada Jumat (16/5) sore, puluhan orang yang tergabung dalam Forum Masyarakat Peduli NTT mengadakan aksi unjuk rasa di depan gedung KPU perihal surat yang dikirimkan KPU Pusat untuk KPU NTT.
Agustinus Siki, dalam keterangan tertulisnya mengatakan terdapat kejanggalan surat yang dikirimkan KPU karena nomor surat ditulis dengan menggunakan tangan dan tanpa rapat pleno.
Mereka memprotes keabsahan surat tersebut dan menilai terdapat persekongkolan untuk untuk merusak daerah dan mengganggu stabilitas masyarakat.(ANTARA News)

KPU NTT Wajib Laksanakan Keputusan KPU Pusat

Kupang, DEMOS NTT Online - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) wajib melaksanakan keputusan KPU pusat, tentang peninjauan kembali penetapan pasangan calon peserta Pilgub NTT periode 2008-2013.
“Kalau keputusan KPU provinsi atau kabupaten/kota itu keluar dari bingkai aturan maka, KPU pusat mengambil langkah untuk meninjau kembali keputusan itu,” kata Pengamat Hukum Tata Negara, DR. Stefanus Jhon Kota, SH. Mhum, di Kupang, Jumat(16/5).
Dia mengemukakan pandangan itu, berkaitan dengan polemik seputar surat KPU pusat No.926/15/V/2008 tanggal 14 Mei 2008 yang meminta KPU NTT meninjau kembali penetapan pasangan calon peserta Pilgub NTT periode 2008-2013 karena masih banyak mengandung masalah.
Dalam hubungan dengan surat KPU pusat ini, ada sejumlah kalangan yang berpendapat bahwa keputusan KPU Provinsi NTT bersifat final dan tidak bisa dianulir oleh KPU pusat.
Sementara KPU NTT sendiri mengatakan akan mendalami dan membahas surat KPU pusat itu lebih lanjut dengan desk pilkada NTT.
Menurut Kota, tidak ada alasan bagi KPU Provinsi NTT untuk mengabaikan surat KPU pusat karena hubungan antara KPU pusat dan daerah merupakan hubungan yang bersifat hirarkis.
Artinya, konsekwensi dari hubungan yang bersifat hirarkis ini, maka jika ada keputusan yang menyimpang dari bingkai aturan maka KPU pusat dapat meninjau kembali dan wajib dilaksanakan di semua tingkatan.
Apalagi salah satu tugas dan wewenang dari KPU provinsi dan kabupaten/kota adalah mengamankan tugas-tugas yang diberikan oleh KPU pusat, kata Ketua Jurusan Program Magister Hukum, Univeritas Nusa Cendana Kupang ini.
Karena itu, jika ada pihak yang memiliki pandangan lain tentang kewenangan KPU pusat, berarti yang bersangkutan belum memahami secara utuh UU Nomor:22 tahun 2007 tentang penyelenggaraan pemilu.
“Jadi bagi saya, kalau ada pihak yang memiliki pandangan lain, maka yang bersangkutan masih menggunakan rujukan PP 6 Tahun 2005,” katanya.
Dalam surat dari KPU Pusat yang bersifat penting dan segera itu ditandatangani oleh Ketua KPU Pusat, Prof Dr H.A Hafiz Anshary AZ,MA, dan disampaikan pula kepada Menteri Dalam Negeri, Gubernur NTT, dan Panwaslu Pilgub NTT.
Adanya surat “teguran” dari KPU Pusat kepada KPUD NTT itu setelah mendalami laporan dari pasangan calon Benny K Harman-Alfred M Kasse yang disampaikan pada 11 Mei 2008.
Dalam surat tersebut, KPU Pusat menemukan ada sejumlah kejanggalan, terutama dari parpol pengusung yang melakukan tarik-menarik dukungan, padahal sudah mengisi dan menandatangani formulir Model B3-KWK.
Dalam hubungan dengan keputusan KPUD NTT menetapkan tiga paket calon tersebut, KPU Pusat menilai KPUD NTT sudah melakukan kekeliruan substantif dan prosedural sehingga berdampak pada gugatan hukum.
Guna menghindari hal tersebut, KPU Pusat minta KPUD NTT meninjau kembali penetapan pasangan calon peserta Pilgub NTT periode 2008-2013 dengan berpedoman pada ketentuan Pasal 2 UU No.22 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilu serta Pasal 59 ayat (5) huruf c UU No.32 Tahun 2004.
Pasal ini menyatakan bahwa “partai politik atau gabungan partai politik pada saat mendaftarkan pasangan calon, wajib menyerahkan surat pernyataan tidak akan menarik pencalonan atas pasangan yang dicalonkan yang ditandatangani oleh pimpinan partai politik atau pimpinan partai politik yang bergabung”.
Ketentuan pasal tersebut kemudian diimplementasikan dalam formulir Model B3-KWK yang menegaskan bahwa “Surat pernyataan gabungan partai politik tidak akan menarik pencalonan atas pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah” serta ketentuan Pasal 9 ayat (2) huruf b Peraturan KPU No.07 Tahun 2007 tentang Pedoman Tata Cara Pencalonan Pemilihan Umum Kepada Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Ketentuan tersebut, bersifat mengikat dan wajib dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. (antara)

Massa Segel Pintu Gerbang KPU NTT


Kupang, DEMOS NTT Online - Ratusan pendukung pasangan calon gubernur dan wakil gubernur NTT, Alfons Loemau-Frans Salesman, Jumat menyegel pintu gerbang Sekretariat Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) di Jalan Polisi Militer No.1 Kupang.
Penyegelan yang dilakukan pendukung pasangan yang disebut ‘AMSAL’ itu karena tidak puas dengan sikap KPU NTT yang mengabaikan surat KPU Pusat yang meninjau kembali keputusan KPU Provinsi NTT tanggal 5 Mei tentang penetapan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur NTT periode 2008-2013.
Surat KPU pusat nomor:926/15/V/2008 tertanggal 14 Mei meminta agar KPU Provinsi NTT meninjau kembali penetapan pasangan calon peserta Pemilihan Umum Gubernur NTT tahun 2008.
Surat KPU yang ditandatangani Ketua KPU Pusat, Prof. Dr. H.A Hafiz Anshary AZ, MA ini, merujuk pada laporan KPU Provinsi NTT pada rapat konsultasi tanggal 12 Mei dan surat dari pasangan calon gubernur dan wakil gubernur NTT atas nama Dr. Beny Harman-Alfred Kase tanggal 11 Mei.
Dalam surat tersebut, KPU pusat menegaskan bahwa proses penetapan pasangan calon yang dilakukan KPU Provinsi NTT mengandung kekeliruan substantif dan prosedural.
Koordinator pengunjuk rasa, Arzan Bala menegaskan, tidak akan meninggalkan KPU Provinsi NTT sebelum ada peninjauan kembali terhadap keputusan KPU Provinsi NTT tanggal 5 Mei, yang menetapkan tiga pasangan calon sebagai peserta Pemilu Gubernur NTT.
Keputusan pleno KPU Provinsi NTT pada 5 Mei itu menetapkan tiga pasangan calon yakni Drs. Frans Lebu Raya-Esthon Foenay yang diusung PDI Perjuangan, Ibrahim Agustinus Medah-Paulus Moa yang diusung Partai Golkar dan Gaspar Parang Ehok-Yulius Bobo diusung gabungan partai politik.
Dua pasangan lainnya yakni Beny Harman-Alfred Kase dan Alfon Loemau-Frans Salesman yang juga didukung gabungan partai politik dinyatakan gugur karena tidak memenuhi syarat dukungan partai politik.
Dua jam setelah pengumuman hasil pleno, gelombang unjuk rasa terus melakukan protes ke KPU karena telah menyalahi aturan dalam penetapan pasangan calon.
Arzan Bala menilai ada konspirasi antara KPU dengan pasangan calon tertentu dalam proses Pemilu Gubernur NTT.
Karena itu, pihaknya akan menuntut agar KPU NTT membatalkan keputusan sebelumnya dan melakukan proses ulang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Hingga berita ini diturunkan massa masih bertahan di KPU Provinsi NTT, sementara Polisi Pamong Praja dan aparat kepolisian melakukan penjagaan di sekitar KPU.
Keterangan yang diperoleh dari petugas keamanan menyebutkan bahwa semua anggota KPU NTT bersama Desk Pilkada sudah berangkat ke Jakarta untuk melakukan konsultasi terhadap surat KPU pusat. (antara)

Proses Ulang Pilgub NTT Merupakan Pilihan Terbaik

Kupang, DEMOS NTT Online - Proses ulang pemilu Gubernur-Wakil Gubernur (Pilgub) Nusa Tenggara Timur (NTT) 2008-2013 merupakan pilihan politik terbaik, meski KPUD NTT sudah menggelar pencabutan nomor undian bagi tiga paket calon yang dinyatakan lolos untuk bertarung dalam arena Pilgub NTT Juni mendatang.
Rekomendasi dari KPU Pusat yang menyebut KPUD NTT perlu meninjau kembali keputusannya karena melakukan kekeliruan substansial dan prosedural dalam proses Pilgub NTT, bukanlah sebuah bentuk intervensi seperti yang ditafsir banyak kalangan, tetapi langkah itu diambil dengan mengacu pada sejumlah aturan UU yang menjadi dasar pijakan dalam proses pilkada.
“KPU wajib memberikan pertimbangan-pertimbangan ke KPU Provinsi, Kabupaten/Kota jika menyalahi aturan dalam menjalankan tugasnya. Hal ini, tidak bisa dikatakan sebagai bentuk intervensi karena hirarkinya memang demikian,” kata pengamat hukum dan politik, Nicolaus Pira Bunga SH.MHum di Kupang, Jumat (16/5).
Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang mengemukakan pandangannya tersebut menyusul surat dari KPU Pusat No.926/15/V/2008 tanggal 14 Mei 2008 yang meminta KPUD NTT meninjau kembali keputusannya, karena proses dan penetapan pasangan calon peserta Pilgub NTT 2008 mengandung kekeliruan substansial dan prosedural.
Pada 5 Mei lalu, KPUD NTT menetapkan tiga peket calon peserta Pilgub NTT, yakni pasangan Ibrahim Agustinus Medah-Paulus Moa (Tulus) yang diusung Partai Golkar, pasangan Frans Lebu Raya-Esthon Foenay (Fren) diusung PDI Perjuangan serta paket Gaspar Parang Ehok-Yulius Bobo (Gaul) yang diusung sejumlah parpol yang tergabung dalam Koalisi Abdi Flobamora.
Penetapan paket calon peserta Pilgub NTT ini langsung mendapat protes dari massa dan simpatisan pendukung paket Benny K Harman-Alfred M Kasse (Harkat) serta pasangan Kombes Pol Alfons Loemau-Frans Salesmen (Amsal) yang dinyatakan gugur tanpa ada suatu argumentasi hukum yang jelas dari KPUD NTT.
Akibat tak mampu menghadapi tekanan politik, KPUD NTT kemudian mengambil langkah untuk menghentikan sebagian jadwal dan tahapan Pilgub NTT mulai 6-14 Mei 2008 tanpa sepengetahuan dan persetujuan DPRD NTT, Gubernur NTT dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri).
Setelah jadwal penundaan itu berakhir, KPUD NTT langsung menggelar pleno penetapan nomor undian bagi paket calon yang dinyatakan lolos dalam Pilgub NTT, namun setelah pleno KPUD NTT langsung dihadapkan dengan sebuah masalah baru soal surat dari KPU Pusat tersebut.
Ketua KPUD NTT, Robinson Ratu Kore bersama empat anggotanya, masing-masing John Depa, John Lalongkoe dan Hans Ch Louk langsung mengadakan rapat bersama Desk Pilkada NTT untuk membahas surat dari KPU tersebut.
Rapat yang berlangsung di ruang kerja Sekda NTT, Ir Jamin Habib yang juga Ketua Desk Pilkada NTT pada Kamis (15/5) malam langsung memutuskan untuk meminta konsultasi lanjutan dengan KPU Pusat di Jakarta menyangkut langkah-langkah selanjutnya dalam proses Pilgub NTT.
Tim tersebut sudah terbang ke Jakarta pada Jumat pagi untuk meminta penjelasan lebih lanjut dari KPU Pusat serta Menteri Dalam Negeri setelah KPUD NTT dinyatakan melakukan kekeliruan substansial dan prosedural dalam proses Pilgub NTT.
Pira Bunga mengatakan, proses ulang Pilgub NTT merupakan pilihan politik terbaik dengan melakukan verifikasi ulang terhadap paket calon Gubernur-Wakil Gubernur NTT periode 2008-2013 yang melamar ke KPUD NTT pada tahapan pendafataran calon.
Dalam kaitan dengan proses ulang ini, tambahnya, KPU Pusat harus mengambil alih semua urusan dan mengawasi mekanisme kerja KPUD NTT untuk mencegah terjadinya kekeliruan yang sama dalam proses sebelumnya.
“Langkah ini merupakan pilihan politik terbaik sekaligus menutup malu anggota KPUD NTT yang telah melakukan kekeliruan substansial dan prosedural dalam proses Pilgub NTT,” kata Pira Bunga. (antara)

Proses Ulang Pilgub NTT Merupakan Pilihan Terbaik

Kupang, DEMOS NTT Online - Proses ulang pemilu Gubernur-Wakil Gubernur (Pilgub) Nusa Tenggara Timur (NTT) 2008-2013 merupakan pilihan politik terbaik, meski KPUD NTT sudah menggelar pencabutan nomor undian bagi tiga paket calon yang dinyatakan lolos untuk bertarung dalam arena Pilgub NTT Juni mendatang.Rekomendasi dari KPU Pusat yang menyebut KPUD NTT perlu meninjau kembali keputusannya karena melakukan kekeliruan substansial dan prosedural dalam proses Pilgub NTT, bukanlah sebuah bentuk intervensi seperti yang ditafsir banyak kalangan, tetapi langkah itu diambil dengan mengacu pada sejumlah aturan UU yang menjadi dasar pijakan dalam proses pilkada.“KPU wajib memberikan pertimbangan-pertimbangan ke KPU Provinsi, Kabupaten/Kota jika menyalahi aturan dalam menjalankan tugasnya. Hal ini, tidak bisa dikatakan sebagai bentuk intervensi karena hirarkinya memang demikian,” kata pengamat hukum dan politik, Nicolaus Pira Bunga SH.MHum di Kupang, Jumat (16/5).Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang mengemukakan pandangannya tersebut menyusul surat dari KPU Pusat No.926/15/V/2008 tanggal 14 Mei 2008 yang meminta KPUD NTT meninjau kembali keputusannya, karena proses dan penetapan pasangan calon peserta Pilgub NTT 2008 mengandung kekeliruan substansial dan prosedural.Pada 5 Mei lalu, KPUD NTT menetapkan tiga peket calon peserta Pilgub NTT, yakni pasangan Ibrahim Agustinus Medah-Paulus Moa (Tulus) yang diusung Partai Golkar, pasangan Frans Lebu Raya-Esthon Foenay (Fren) diusung PDI Perjuangan serta paket Gaspar Parang Ehok-Yulius Bobo (Gaul) yang diusung sejumlah parpol yang tergabung dalam Koalisi Abdi Flobamora.Penetapan paket calon peserta Pilgub NTT ini langsung mendapat protes dari massa dan simpatisan pendukung paket Benny K Harman-Alfred M Kasse (Harkat) serta pasangan Kombes Pol Alfons Loemau-Frans Salesmen (Amsal) yang dinyatakan gugur tanpa ada suatu argumentasi hukum yang jelas dari KPUD NTT.Akibat tak mampu menghadapi tekanan politik, KPUD NTT kemudian mengambil langkah untuk menghentikan sebagian jadwal dan tahapan Pilgub NTT mulai 6-14 Mei 2008 tanpa sepengetahuan dan persetujuan DPRD NTT, Gubernur NTT dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri).Setelah jadwal penundaan itu berakhir, KPUD NTT langsung menggelar pleno penetapan nomor undian bagi paket calon yang dinyatakan lolos dalam Pilgub NTT, namun setelah pleno KPUD NTT langsung dihadapkan dengan sebuah masalah baru soal surat dari KPU Pusat tersebut.Ketua KPUD NTT, Robinson Ratu Kore bersama empat anggotanya, masing-masing John Depa, John Lalongkoe dan Hans Ch Louk langsung mengadakan rapat bersama Desk Pilkada NTT untuk membahas surat dari KPU tersebut.Rapat yang berlangsung di ruang kerja Sekda NTT, Ir Jamin Habib yang juga Ketua Desk Pilkada NTT pada Kamis (15/5) malam langsung memutuskan untuk meminta konsultasi lanjutan dengan KPU Pusat di Jakarta menyangkut langkah-langkah selanjutnya dalam proses Pilgub NTT.Tim tersebut sudah terbang ke Jakarta pada Jumat pagi untuk meminta penjelasan lebih lanjut dari KPU Pusat serta Menteri Dalam Negeri setelah KPUD NTT dinyatakan melakukan kekeliruan substansial dan prosedural dalam proses Pilgub NTT.Pira Bunga mengatakan, proses ulang Pilgub NTT merupakan pilihan politik terbaik dengan melakukan verifikasi ulang terhadap paket calon Gubernur-Wakil Gubernur NTT periode 2008-2013 yang melamar ke KPUD NTT pada tahapan pendafataran calon.Dalam kaitan dengan proses ulang ini, tambahnya, KPU Pusat harus mengambil alih semua urusan dan mengawasi mekanisme kerja KPUD NTT untuk mencegah terjadinya kekeliruan yang sama dalam proses sebelumnya.“Langkah ini merupakan pilihan politik terbaik sekaligus menutup malu anggota KPUD NTT yang telah melakukan kekeliruan substansial dan prosedural dalam proses Pilgub NTT,” kata Pira Bunga. (antara)

Selasa, 06 Mei 2008

PKB Dalam “Layang-layang” Politik Pilgub NTT

OLEH: Lorensius Molan

Kupang, NTT Online - Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Nusa Tenggara Timur (NTT) seperti tengah bermain layang-layang politik dalam arena pemilihan gubernur-wakil gubernur periode 2008-2013 di provinsi kepulauan ini, dengan taktik tarik-ulur paket calon sesuai dengan arah angin kepentingan.

Taktik tarik ulur benang sesuai arah angin kepentingan agar layangangan tetap di udara itu tampak dari sikap DPW PKB NTT pimpinan Elya Ludji Pau (Ketua Dewan Syura) dan Daniel Hurek (Ketua Dewan Tanfidz) mendaftar paket Gaspar Parang Ehok-Yulius Bobo (Gaul) sebagai calon Gubernur-Wakil Gubernur NTT ketika KPUD NTT membuka pintu pendaftaran pada 8 April 2008.

Ketika mendaftarkan paket tersebut bersama Koalisi Abdi Flobamora, DPW PKB NTT tidak mengantongi surat keputusan dari DPW PKB tentang paket calon yang disetujui oleh induk organisasinya, tetapi hanya bermodalkan restu dari KH Abdurrahman “Gus Dur” Wahid selaku Ketua Dewan Syura PKB.

“Gus Dur adalah pimpinan tertinggi PKB. Apa yang dikatakan Gus Dur wajib kami hormati dan laksanakan,” komentar Elyas Ludji Pau, Ketua Dewan Syura DPW PKB NTT ketika ditanya Antara soal keabsahan dukungan DPW PKB NTT kepada paket “Gaul” yang diusung Koalisi Abdi Flobamora itu.

Hal ini menjadi serius karena DPW PKB melalui surat keputusannya No.3077/DPP-02/IV/A.1/IV/2008 tanggal 7 April 2008 malah menetapkan Benny K Harman-Alfred Kasse (Harkat) sebagai calon Gubernur-Wakil Gubernur NTT periode 2008-2013, bukan Gaspar Parang Ehok-Yulius Bobo.

Menjelang penutupan pendaftaran calon gubernur-wakil gubernur di KPUD NTT pada 14 April 2008, DPW PKB NTT pimpinan Elyas Ludji Pau dan Daniel Hurek juga ikut mendaftar paket tersebut bersama Koalisi NTT Bangkit.

Dalam verifikasi tahap pertama pada 21 April 2008, KPUD NTT menyatakan paket “Harkat” yang ikut diusung oleh DPW PKB NTT tidak “mengandung masalah” karena berdasarkan hasil klarifikasi ke DPP PKB di Jakarta pada 18 April 2008, DPP PKB tetap bersikap pada paket “Harkat” yang diperkuat lagi dengan sebuah keputusan No.3128/DPP-03/IV/B.1/IV/2008 tanggal 18 April 2008.

Memasuki verifikasi tahap kedua yang berakhir pada 28 April 2008, DPW PKB NTT kembali menyatakan dukungannya kepada paket “Gaul” atas dasar sepucuk surat dari KH Abdurrahman “Gus Dur” Wahid dan menganulir SK DPP No.3077/DPP-02/IV/A.1/IV/2008 dengan sebuah SK DPW PKB No.059/DPW.02/A.1/IV/2008 tanggal 28 April 2008.

“Kami tidak akan menunggu lagi surat keputusan baru dari DPP PKB soal penetapan Gaspar Parang Ehok-Yulius Bobo (Gaul) sebagai calon gubernur-wakil gubernur. Langkah politik yang kami ambil sudah cukup tepat karena Pilgub NTT merupakan domain DPW PKB NTT, bukan DPP,” kata Daniel Hurek yang juga Wakil Walikota Kupang itu.

Mantan Ketua DPW PKB NTT, Yucundianus Lepa melukiskan langkah politik yang diambil Elyas Ludji Pau dan Daniel Hurek terlalu kekanak-kanakan karena tidak memiliki sikap politik yang tegas dalam menentukan pilihan soal paket calon yang menjadi idamannya PKB.

“DPW PKB NTT seperti tengah bermain layang-layang dalam arena Pilgub NTT. Mereka menarik benang sesuai arah angin kepentingan agar layangan tetap saja mengudara tanpa memperhitungkan putusnya benang itu,” komentar pengamat hukum dan politik dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Nicolaus Pira Bunga SH.MHum.

Pengamat hukum tata negara dan administrasi pemerintahan dari Undana Kupang, Dr John Stefanus Kotan SH,MHum mengatakan, rekomendasi dari Ketua Dewan Syura DPP PKB, KH Abdurrahman “Gus Dur” Wahid tidak bisa dijadikan sebagai rujukan hukum untuk mencabut dukungan kepada paket “Harkat” yang sudah direstui oleh PKB sebagai institusi organisasi politik.

“Penarikan dukungan itu hanya dengan SK dari DPP PKB pula, bukan hanya rekomendasi dari Ketua Dewan Syura DPP PKB karena paket Benny K Harman-Alfred Kasse (Harkat) sudah ditetapkan berdasarkan SK No.3077/DPP-02/IV/A.1/IV/2008 tanggal 7 April 2008 sebagai calon Gubernur-Wakil Gubernur NTT periode 2008-2013,” katanya.

Kotan menambahkan, SK DPW PKB NTT No.059/DPW.02/A.1/IV/2008 tanggal 28 April 2008 bukan sebuah keputusan hukum yang tepat untuk mencabut dukungan kepada paket “Harkat” dan menjadikan keputusan itu sebagai landasan hukum baru untuk mendukung paket Gaspar Parang Ehok-Yulius Bobo (Gaul).

“Ini sebuah langkah politik DPW PKB NTT yang kebablasan, dan tidak memberikan pendidikan politik yang baik kepada masyarakat,” kata dosen Fakultas Hukum Undana Kupang itu.

DPW PKB NTT pimpinan Elyas Ludji Pau dan Daniel Hurek bersama Koalisi Abdi Flobamora yang terdiri dari PPDI, Partai Pelopor, PNBK dan PKB mendaftar paket “Gaul” sebagai calon gubernur-wakil gubernur di KPUD NTT pada 8 April 2008, tanpa mengantongi SK dari DPP PKB tentang penetapan paket calon Gubernur-Wakil Gubernur NTT periode 2008-2013.

SK DPP PKB No.3077/DPP-02/IV/A.1/IV/2008 menetapkan paket Benny K Harman-Alfred Kasse (Harkat) sebagai calon Gubernur-Wakil Gubernur NTT periode 2008-2013.

DPW PKB NTT ikut lagi mendaftar paket tersebut di KPUD NTT pada 14 April 2008 bersama Koalisi NTT Bangkit yang terdiri dari PPDI, Partai Demokrat, PPP, PPD dan PPDK serta PKB.

Menjelang masa penutupan verifikasi tahap kedua pada 28 April 2008, DPW PKB NTT mengambil keputusan politik untuk mendukung paket “Gaul” dengan menerbitkan SK No.059/DPW.02/A.1/IV/2008 tanggal 28 April 2008 yang intinya menarik dukungan kepada paket “Harkat” yang sudah direstui DPP PKB dengan hanya mengacu pada surat rekomendasi dari Gus Dur sebagai Ketua Dewan Syura DPW PKB.

“Gus Dur adalah pimpinan tertinggi PKB. Apa yang dikatakan Gus Dur, wajib kami laksanakan. Atas dasar ini kami menarik dukungan dari paket ‘Harkat’ dan menjatuhkan pilihan politik kepada paket ‘Gaul’ yang sudah didaftar oleh DPW PKB NTT di KPUD sebelumnya,” kata Ludji Pau.

Setelah PKB membuka pintu politik bagi paket “Harkat”, kata dia, tak pernah ada komunikasi politik di antara paket tersebut dengan PKB sebagai parpol pengusung, tetapi paket tersebut lebih memilih melakukan komunikasi politik dengan PPDI yang tengah dilanda masalah itu.

“Kami merasa seperti dilecehkan dan hanya dijadikan sebagai kuda tunggangan belaka oleh paket tersebut. Dengan mencermati kondisi yang ada, kami memandang penting untuk menarik dukungan, dan Gus Dur selaku pimpinan tertinggi PKB mengiyakan langkah politik yang diambil DPW PKB NTT untuk mendukung paket ‘Gaul’,” katanya.

Ketua Dewan Tanfidz DPW PKB NTT, Daniel Hurek juga mengatakan bahwa pihaknya tidak perlu lagi menunggu revisi SK dari DPP PKB untuk mendukung paket Gaspar Parang Ehok-Yulius Bobo (Gaul) karena waktunya sudah mepet.

“Saya tidak perlu lagi menunggu revisi SK dari DPP PKB soal dukungan kepada paket ‘Gaul’. Langkah yang kami ambil sudah cukup tepat, karena kami tidak sedang dalam masalah,” kata Hurek yang juga Wakil Walikota Kupang itu.

Menurut John Kotan, langkah politik yang diambil DPW PKB NTT itu mencerminkan bahwa dalam tubuh partai tersebut sedang dilanda konflik sehingga tidak mampu me-manage sebuah keputusan yang tepat dalam mengambil sebuah keputusan politik.

Sesuai ketentuan UU No.2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, konflik yang dihadapi PKB saat ini harus diselesaikan secara internal atau melalui mekanisme musyawarah untuk mencapai kesepakatan di luar pengadilan.

Ia menambahkan, SK DPW PKB NTT tidak serta merta menganulir SK DPP PKB yang telah menetapkan paket “Harkat” sebagai calon gubernur-wakil gubernur, tetapi harus ada SK baru yang dikeluarkan oleh DPP PKB sebagai induk organisasi partai politik tersebut untuk menganulir SK yang sudah dikeluarkan sebelumnya.

“Berdasarkan tata aturan, partai politik atau gabungan partai politik tidak boleh mengusung dua paket dalam pilkada. KPUD NTT berkewajiban untuk menganulir paket yang diusung PKB, baik untuk Harkat maupun Gaul karena aturannya memang demikian. Ini pilihan politik terbaik bagi KPUD NTT,” ujarnya. (antara)

Tiga Pasangan Calon Jadi Peserta Pilgub NTT

Kupang, Demos NTT Online - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), dalam rapat pleno Senin, menetapkan tiga pasangan calon gubernur NTT untuk menjadi peserta dalam pemilihan 2 Juni mendatang.

Tiga pasangan calon itu adalah pasangan Gaspar Parang Ehok/Yulius Bobo yang diusung gabungan partai politik, Drs. Frans Lebu Raya/Ir. Esthon Foenay yang diusung PDI Perjuangan dan pasangan Ibrahim Agustinus Meda/Paulus Moa dari Partai Golkar.

Penetapan pasangan calon itu melalui keputusan KPU Provinsi NTT nomor:19./KPU/NTT/IV/2008, yang ditandatangani empat anggota KPU yakni Robinson Ratu Koreh (ketua), Jhon Depa, Hans Louk dan Jhon Lalongkoe (anggota).

Ketua KPU Provinsi NTT, Robinson Ratu Koreh menegaskan keputusan KPU itu setelah mencermati seluruh berkas pasangan calon pada tahapan verifikasi terakhir.

“Keputusan KPU ini telah dilakukan sesuai dengan mekanisme dan ketentuan hukum yang berlaku,” kata Robinson Ratu Koreh.

Mengenai ketidakhadiran salah seorang anggota KPU dalam rapat pleno, dia mengatakan, semua anggota telah diundang untuk hadir dalam rapat pleno.

Ketidakhadiran anggota KPU, Yoseph Dasi Djawa, SH dalam rapat pleno penetapan KPU, adalah hak dan tidak ada paksaan, tetapi seluruh keputusan KPU adalah sah.

Keterangan yang diperoleh menyebutkan, ketidakhadiran Yoseph Dasi Djawa dalam rapat pleno penetapan pasangan calon tersebut, karena ada sejumlah alasan krusial yang dianggap bisa menyeret KPU ke dalam masalah hukum.

Dalam penetapan pasangan Gaspar Parang Ehok/Yulius Bobo misalnya, KPU menggunakan rujukan SK DPP PKB tertanggal 24 April, yang baru diserahkan pada tanggal 2 Mei lalu ke KPU Provinsi NTT.

SK ini menimbulkan perdebatan di internal KPU karena bertentangan dengan keputusan DPW PKB NTT tertanggal 28 April tentang penarikan dukungan dan penetapan pasangan calon atas nama Gaspar Parang Ehok-Yulius Bobo dengan menggunakan rujukan surat Gus Dur tertanggal 21 April, tetapi tidak menggunakan SK tanggal 24 Apri sebagai rujukan.

Masalah lain adalah ijazah salah satu calon Wakil Gubernur yang hanya menggunakan keterangan dari Sekda NTT dan dilegalisir oleh Badan Diklat NTT.

Mestinya, jika ijazah yang bersangkutan hilang, maka harus ada surat keterangan pengganti ijazah yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang.

Terhadap masalah ini, Ketua KPU NTT, Robi Ratu Koreh menegaskan, dalam penelitian aktual yang dilakukan KPU, semua persyaratan dinyatakan sah dan tidak ada masalah. (antara)

Unjuk Rasa Desak KPU Tunda Pleno Penetapan Cagub NTT

Kupang, Demos NTT Online - Puluhan massa yang tergabung dalam Front Penegak Keadilan (FPK) NTT, Senin mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menunda penetapan pasangan calon gubernur dan wakil Gubernur NTT.
Alasannya karena, KPU NTT telah menunjukkan sikap keberpihakan pada pasangan calon tertentu, dalam verifikasi akhir berkas pasangan calon yang berakhir Senin dini hari, kata Koordinator Front Penegak Keadilan NTT, Ny. Ananto Aryanto, di Kupang, Senin.
“Kami melihat bahwa KPU sudah tidak netral dalam melakukan verifikasi berkas pasangan calon, sehingga kami minta supaya KPU harus bekerja secara profesional dengan memperhatikan fakta-fakta hukum,” katanya.
Partai Pelopor misalnya, seharusnya memberikan dukungan kepada pasangan calon Drs. Alfons Loemau, dan Frans Salesman, berdasarkan surat penegasan dari DPP Partai Pelopor tertanggal 2 Mei, tetapi KPU justru mempertahankan dukungan Pelopor kepada pasangan Gaspar Parang Ehok/Yulius Bobo.
Surat penegasan tersebut bernomor:080/Sek-DPP/PP/V-08, tertanggal 2 Mei yang ditandatangani Pelaksana Harian Ketua Umum DPP Partai Pelopor, Eko Suryo Santjojo, SH,BBA dan Wakil Sekjen, Ir. Ristiyanto.
Dalam surat tersebut ditegaskan bahwa, DPP Partai Pelopor dengan ini menegaskan bahwa Penetapan Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur NTT dari Partai Pelopor yang sah dan diakui adalah Alfon Loemau dan Frans Salesman.
Pasangan calon ini telah ditetapkan sebelumnya melalui Surat Keputusan DPP Partai Pelopor nomor:612.D/SK-DPP/PP/IV-08 tertanggal 7 April 2008.
“Surat dari Partai Pelopor ini sudah jelas menetapkan pasangan Alfon Loemau dan Frans Salesman, tetapi mengapa KPU Provinsi NTT menetapkan pasangan Gaspar parang Ehok/Yulius Bobo yang mendapat dukungan dari Partai Pelopor,” katanya.
Ini mengindikasikan bahwa, KPU tidak lagi netral tetapi memberikan dukungan pada pasangan calon tertentu, kata Ny. Ananto.
Hingga berita ini diturunkan, perwakilan pengujuk rasa yang berjumlah sepuluh orang sedang berdialog dengan KPU dibawa kawalan aparat kepolisian.
Belum diperoleh kepastian, jam berapa KPU mengumumkan hasil pleno penetapan pasangan calon dari jadwal sebelumnya pukul.11 Wita yang sudah ditetapkan. (antara)

Keputusan KPUD NTT Dinilai Cacat Hukum


Kupang, Demos NTT Online - Keputusan KPUD Nusa Tenggara Timur (NTT) yang meloloskan pasangan calon Gubernur-Wakil Gubernur NTT periode 2008-2013 atas nama Gaspar Parang Ehok-Yulius Bobo (Gaul) cacat hukum, karena diusung oleh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang sedang bermasalah.

“KPUD NTT seakan buta dan tuli terhadap fakta hukum menyangkut perselisihan dalam tubuh PKB. Keputusaan meloloskan `Gaul` sebagai peserta Pilgub NTT pada 2 Juni mendatang, secara substansial adalah cacat hukum,” kata pengamat hukum administrasi negara dan pemerintahan, DR John Stefanus Kotan SH.MHum di Kupang, Senin.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang mengemukakan pandangannya tersebut berkaitan dengan keputusan KPUD NTT di Kupang, Senin, yang meloloskan paket “Gaul” sebagai peserta Pilgub NTT bersama pasangan Ibrahim Agustinus Medah-Paulus Moa (Tulus) yang diusung Partai Golkar dan pasangan Frans Lebu Raya-Esthon L Foenay (Fren) yang diusung PDI Perjuangan.

Sebelumnya, sebanyak 29 pakar hukum dari beberapa perguruan tinggi di Kota Kupang juga menyerukan kepada KPUD NTT untuk mendiskualifikasi PKB, karena ada konflik internal Dewan Pengurus Pusat (DPP) partai tersebut.

Selain dualisme kepengurusan PKB di tingkat pusat, kata Kotan, di tingkat DPW NTT juga terjadi dualisme kepemimpinan, yakni DPW PKB pimpinan Elyas Ludji Pau (Ketua Dewan Syura) dan Daniel Hurek (Ketua Dewan Tanfidz) hasil Muswillub beberapa waktu lalu di Kupang.

Di sisi lain, SK DPP PKB pimpinan Muhaimin Iskadar yang dinilai sah oleh Departemen Hukum dan HAM, menetapkan Amiruddin Hassan sebagai Ketua Dewan Syura dan Yucundianus Lepa sebagai Ketua Dewan Tanfidz DPW PKB NTT.

“Bagaimana mungkin keputusan KPUD NTT yang meloloskan `Gaul` sebagai salah satu peserta Pilgub NTT pada 2 Juni mendatang itu tidak mengandung cacat hukum? Ini merupakan bentuk kepentingan yang ditonjolkan oleh KPUD NTT dalam arena Pilgub NTT dengan mengabaikan aturan hukum yang berlaku,” katanya.

Menurut dia, penetapan paket “Gaul” menjadi salah satu perserta Pilgub NTT itu sebenarnya tidak dibolehkan secara hukum, karena salah satu partai pengusung di antaranya, PKB sedang dilanda masalah.

Karena itu, KPUD NTT tidak memiliki dasar hukum apapun untuk meloloskan paket tersebut, karena masih terjadi dualisme kepemimpinan dalam tubuh partai tersebut, baik di tingkat pusat maupun daerah. antara

Tiga Pasang Cagub-Cawagub Lolos Verifikasi KPU NTT

Laporan Alex Dimoe

Kupang, NTT Online - Komisi Pemilihan Umun Provinsi Nusa Tenggara Timur melalui pleno menetapkan 3 pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur NTT.

“Penetapan ketiga nama calon gubernur dan wakil gubernur berdasarkan surat nomer 13/B/BA/KPU NTT/2008.Adalah sebagai berikut,pertama Drs.Gaspar Parang Ehok - Julius Bobo,SE,MM (Gaul), kedua Drs.Frans Lebu Raya - Ir.Esthon Foenay (Frent) dan ketiga Drs.Ibrahim A.Medah - Drs.Paulus Moa (Tulus),” jelas ketua KPU NTT,Ir.Roby Ratu Kore kepada wartawan hari ini di Kupang.

Roby menambahkan,penyebarluasan berita ketiga cagub dan cawagub itu berdasarkan Peraturan Pemerintah nomer 6 pasal 50 tentang pengumuman hasil pleno kepada masyarakat melalui media masa. (ntt online)

Sabtu, 19 April 2008

KPUD NTT Didemo Forum Anti Korupsi

KUPANG, KAMIS- KPUD Nusa Tenggara Timur (NTT) didemo Forum Anti Korupsi NTT. Mereka menuntut KPUD tidak boleh menerima pasangan calon Gubernur NTT periode 2008-2013, Ibrahim Agustinus Medah yang berpasangan dengan Paulus Moa.
Pendiri Forum Anti Korupsi (FAK) NTT, Ny Joelfina Ndun di halaman Kantor KPUD NTT di Kupang, Kamis (17/4) mengatakan, Ibarahim Agustinus Medah masih berstatus sebagai tersangka, meski Kapolda NTT telah menerbitkan surat perintah pemberihentian penyidikan (SP3).
"FAK NTT tidak berhenti pada SP3 Kapolda NTT. Kami masih naik banding karena itu proses hukum terhadap Medsh belum selesai. KPUD tidak boleh mengesahkan pasangan Medah dan Moa sebagai salah satu peserta calon Gubernur dan Wakil Gubernur NTT," kata Joelfina.
KPUD NTT telah menerima delapan berkas pasangan calon Gubernur NTT yakni Ibrahim Agustinus Medah -Paulus moa (Tulus), Jonathan Nubatonis-Valens Sili Tupen (Talenta), Beny Harman-Alfred Kase (Harkat), Amos Noelaka-Apolos Djara Bonga (Aman), Frans Lebu Raya-Esthon Foenay (Fren), Gaspar Ehok-Julius Bobo (Gaul), Ricard Riwu-Martha Pengko (Camar), dan Alfons Loe Mau-Frans Saleman (Amsal). (KOR)

Mitang-Damianus Hampir Dipastikan Menang

MAUMERE, DEMOS NTT- Paket Soda, pasangan calon Sosimus Mitang Wera Damianus hampir dipastikan memenangkan pemilihan langsung kepala daerah dan wakil daerah Kabupaten Sikka berdasarkan rekapitulasi sementara yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Sikka, hari ini, Kamis (17/4) hingga pukul 19.45 wita.
Paket Soda meraih 47.250 suara (33,16 persen). Penghitunan itu berdasarkan hasil di 477 Tempat Pemungutan Suara (TPS) dari 496 TPS secara keseluruhan di Sikka. Di urutan kedua adalah paket Ayo, Alexander Longginus Ignatius Henyo Kerong dengan perolehan 36.331 suara (25,50 persen). Paket Hero, Agustinus R Heny -Remigius Cosmas berada di posisi ketiga mendapatkan 29.009 suara (20,36 persen).
Di urutan keempat adalah paket Mesra , pasangan calon Landoaldus Mekeng - Fransiskus X Sura yang memperoleh 21.057 suara (14,78 persen). Sementara di urutan paling bawah paket Abdi, Hendro Alex Bapa Fransiskus Roberto Diogo yang memperoleh 8.846 suara (6,21 persen). Total suara sah sebanyak 142.493 suara.
Sampai malam ini masih ada 19 TPS yang datanya belum masuk. TPS-TPS itu dari tiga kecamatan, yakni Alok Timur, Lela, dan Talibura. TPS yang datanya terlambat terutama yang terletak di pulau-pulau. Dari sana memakan waktu sekitar 2,5 jam lewat perjalanan l aut sampai di Maumere, kata Ketua KPU Kabupaten Sikka, M Robby Keupung, Kamis, di Sikka. */ant

DPRD NTT Tuding Pertamina Bohong

KUPANG, DEMOS NTT - Kalangan DPRD NTT menilai, Pertamina Cabang Kupang telah membohongi rakyat terkait kelangkaan minyak tanah di daerah itu yang sudah berlangsung sekitar satu bulan terakhir. "Seharusnya Pertamina menyampaikan secara jujur kondisi stok bahan bakar minyak tanah, agar masyarakat tidak panik," kata anggota DPRD NTT Viktor Mado Wutun, Adrianus Ndu Ufi, Cendana Abubakar dan Vincen Patah di Kupang, Jumat. Empat anggota DPRD ini dihubungi secara terpisah terkait pernyataan Pertamina Cabang Kupang bahwa stok minyak tanah saat ini aman dan distribusi ke pangkalan-pangkalan berlangsung normal. "Kelangkaan bahan bakar minyak tanah di Kupang saat ini sebagai akibat dari kepanikan masyarakat secara berlebihan setelah membaca dan mendengar pemberitaan di media tentang kelangkaan minyak tanah di daerah lain," kata Wira Penjualan Pertamina Cabang Kupang, Ahmad Hambali. "Pasokan minyak tanah berjalan normal, kalau ada kelangkaan sebenarnya karena masyarakat panik dengan pemberitaan di media tentang kelangkaan BBM minyak tanah di provinsi lain," kata Hambali. Menurut dia, setiap hari Depo Pertamina mensuplai 70-80 ribu liter minyak tanah ke lima agen yang tersebar di wilayah Kota Kupang. Para agen kemudian memasok ke pangkalan-pangkalan minyak tanah sesuai dengan kesepakatan antara agen dan pangkalan. Bahkan akhir pekan lalu, Pertamina menambah pasokan ke pasaran sebanyak 25 ribu liter. Pasokan ini untuk merendam gejolak kelangkaan minyak tanah di Kota Kupang. "Artinya suplai normal bahkan sudah ada penambahan suplai ke pasaran, tetapi tampaknya masyarakat masih saja tetap panik," tambahnya. Menurut Mado Wutun, pernyataan Pertamina itu sangat kontras dengan fakta yang terjadi di lapangan, karena di hampir semua sudut kota terlihat antrian panjang hanya untuk mendapat jatah lima liter minyak tanah. "Bahkan dari hasil pemantauan, ada warga yang sudah berhari-hari menunggu giliran untuk mendapatkan minyak tanah," katanya. Sementara di sejumlah warung, para pedang menjual minyak tanah dengan harga berkisar Rp5.000-Rp6.000 per liter. "Ini fakta yang terjadi di lapangan selama beberapa pekan terakhir," katanya seraya menambahkan, jika Pertamina memiliki stok cukup harus ada tambahan suplai ke pasaran untuk menghilangkan kesan di masyarakat bahwa tidak ada kelangkaan minyak tanah sehingga masyarakat tidak perlu panik. (ANT)

8 Calon Gubernur NTT Periksa Kesehatan

Jumat, 18 April 2008 11:47 WIB
KUPANG, DEMOS NTT-- Delapan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur NTT yang mendaftar ke KPU Provinsi NTT menjalani pemeriksaan kesehatan di Rumah Sakit Umum (RSU) Prof. WZ Joahannes Kupang, Jumat (18/4/2008).Kedelapan paket dimaksud adalah Ibrahim A Medah - Paulus Moa (Paket Tulus), Frans Lebu Raya - Esthon Foenay (Fren), Alfons Loemau-Frans Salesman (Amsal), Benny K Harman-Alfred M Kase (Harkat), Richard Riwu-Martha Dahlia Pengko (Camar), dan Amos Noelaka-Apolos Djara Bonga (Aman). Dua paket lainnya adalah Gaspar Parang Ehok-Julius Bobo (Gaul) dan Jonathan Nubatonis-Valens Sili Tupen (Talenta).Mereka diperiksa oleh Tim medis yang teridri dari sembilan dokter ahli yang dibantu perawat. Dokter Nyoman Sutama bertindak sebagai ketua tim. Sedangkan sembilan sembilan dokter ahli tersebut, yakni dr. Andreas N Fernandez Lewai, Sp.PD (ketua tim), dr. Rusli, Sp.B; dr. Leonora Johana Tiluata, Sp.JP; dr. Dasliati B. Palloan, Sp.THT; dr. Johana Herlin, Sp.S; dr. Michael Salean, Sp.Rad; dr. Magdalena Tobing, Sp.PK; dr. Ekosusilo Sindarto, Sp.M dan dr. Dickson A. Lengoh. Sp.KJ.Direktris RSU Prof. Dr. WZ Johannes Kupang, dr.Yovita Anike Mitak, MPH, mengatakan, para calon menjalani pemeriksaan secara lengkap (general check up), di antaranya meliputi, tes kejiwaan (mental), mata, darah dan urine. "Hasil pemeriksaan akan disampaikan kepada KPU NTT," kata Yovita Mitak. */pk

Senin, 14 April 2008

DPW PKB NTT Harus Tunduk Pada Keputusan DPP

Kupang, DEMOS NTT Online - Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Nusa Tenggara Timur (NTT) harus tunduk pada keputusan DPP partai itu yang telah memutuskan dan menetapkan Benny K Harman-Alfred Kasse sebagai calon Gubernur-Wakil Gubernur NTT periode 2008-2013.
Langkah politik yang diambil DPW PKB NTT pimpinan Daniel Hurek dengan mendaftar paket Gaspar Parang Ehok-Yulius Bobo sebagai calon Gubernur-Wakil Gubernur NTT periode 2008-2013 di KPUD NTT pada 8 April lalu harus dinyatakan batal demi hukum karena bertolak belakang dengan keputusan tertinggi dari induk organisasinya.
“DPW PKB NTT harus menarik dukungan tersebut di KPUD NTT dan menghormati keputusan DPP PKB yang telah menetapkan Benny K Harman-Alfred Kasse sebagai calon Gubernur-Wakil Gubernur NTT periode 2008-2013,” kata pengamat hukum dan politik dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Nicolaus Pira Bunga SH.MHum di Kupang, Sabtu.
Ketua DPW PKB NTT, Daniel Hurek yang dihubungi secara terpisah mengatakan, pihaknya belum mengambil keputusan untuk “mengamankan” keputusan dari DPP PKB, karena Ketua Dewan Syura DPW PKB NTT, Elias Ludji Pau masih di Jakarta untuk mengonfirmasi ulang soal kejelasan SK DPP PKB tersebut.
Keputusan DPP PKB itu tertuang dalam SK No.3077/DPP-02/IV/A.1/IV/2008 tertanggal 7 April 2008 yang memutuskan dan menetapkan Benny K Harman-Alfred Kasse sebagai calon Gubernur-Wakil Gubernur NTT periode 2008-2013.
Surat keputusan tersebut ditandatangani oleh Ketua Dewan Syura DPP PKB, KH Abdurrahman “Gus Dur” Wahid, Sekretaris Dewan Syura DPP PKB, Muhyidin Aroeboesman, Wakil Ketua Umum Dewan Tanfidz DPP PKB, Ali Maskur Musa dan Sekjen DPP PKB Yenny Zanuba Wahid.
Pira Bunga yang juga Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Undana Kupang itu mengatakan, pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur NTT pada Juni mendatang memang merupakan hajatannya DPW PKB NTT, namun keputusan dari induk organisasi soal bakal calon, wajib dihormati oleh DPW sebagai satu kesatuan dari organisasi PKB.
Ketua DPW PKB NTT, Daniel Hurek mengatakan, rekomendasi dari DPP PKB soal siapa bakal calon Gubernur-Wakil Gubernur NTT periode 2008-2013 yang diputuskan, hanyalah merupakan persoalan internal partai belaka, karena Pilgub NTT merupakan hajatannya DPW.
“Soal rekomendasi dari DPP PKB adalah persoalan internal partai sehingga DPW PKB NTT memandang perlu untuk mendaftar paket Gaspar Parang Ehok-Yulius Bobo ke KPUD NTT bersama sejumlah parpol pengusung lainnya,” kata Hurek yang juga Wakil Walikota Kupang itu.
Pira Bunga mengatakan, apapun alasannya organisasi politik di tingkat bawah harus merujuk pada keputusan induk organisasinya karena merupakan satu kesatuan dari organisasi politik tersebut.
“Memang Pilgub NTT merupakan hajatannya DPW tetapi bukan berarti harus mengabaikan keputusan dari tingkat atas. Langkah yang paling elegan adalah menarik dukungan tersebut dan menghormati keputusan DPP PKB yang telah memutuskan dan menetapkan Benny K Harman-Alfred Kasse sebagai calon Gubernur-Wakil Gubernur NTT periode 2008-2013,” katanya.
Menurut dia, DPW PKB NTT bukan merupakan kendaraan politik pioner paket Gaspar Parang Ehok-Yulius Bobo, karena sebelumnya paket tersebut telah menjadikan PPDI pimpinan John Dekresano sebagai kendaraan politik pioner menuju kursi gubernur-wakil gubernur sebelum berkoalisi dengan PKB, PKPI, Partai Pelopor dan PNBK untuk mengusung paket tersebut. (antara/ntt online)

Andreas Lewar: Yan Kia Poli Pimpin Rapat 7 Maret 1954

Andreas Lewar, seorang saksi sejarah Statement 7 Maret kepada Demos NTT di Lewoleba minggu (29/3) membenarkan pernyataan Leo Boli Lajar dalam berita yang ditulis Demos NTT. Pernyataan ini dilontarkan setelah membaca tulisan Demos NTT tentang peristiwa bersejarah di Lembata itu. Dikatakan tidak benar jika pada saat konverensi 7 Maret, Yan Kia Poli- yang pada sat itu menjabat Kepala kantor Agama- sedang berada di Makasar. Sementara mengapa Yan kia Poli tidak tandatangan, dikatakan dia hanya memimpin rapat sementara hasil keputusan harus ditandatangani oleh organisasi formal yaitu Partai Katolik dan Masyumi. Andreas Lewar rekan sekelas dari Andreas Duli Manuk (Bupati Lembata sekarang) ketika SD itu mengatakan Yan Kia Poli yang memimpin rapat pada konverensi 7 Maret 1954 di Hadakewa. Jika Yan Kia Poli diminta untuk menandatangani Statement 7 Maret, maka paling kurang dia hanya mengetahui saja. Selain itu, dirinya mengatakan tempat Kejadian Statement 7 Maret yang kini dibangun monument peringatanya dan peletakan batu pertama oleh Bupati Drs. Andreas Duli Manuk itu salah tempat. Tempat kejadian sesungguhnya terletak di gedung TKK lama,dulu SDK Hadakewa dan ada fondasi kosong sampai sekarang. Pada saat itu, pemerintahan di Lembata masih berstatus Asisten Wedana Lomblen yang dipimpin oleh H.A. Riwu dan berkedudukan di Hadakewa. (San Taum)

Kamis, 10 April 2008

Wabup Kupang Non Aktif Kembali Bertugas

Kupang, Demos NTT Online - Wakil Bupati Kupang, Drs. Ruben Foenay yang dinon-aktifkan dari jabatan sejak September 2006 lalu, setelah ditetapkan sebagai terdakwa kasus dugaan korupsi di DPRD Kabupaten Kupang, sudah diperkenankan untuk kembali menjalankan tugas-tugas pelayanan kemasyarakatan.
Hal ini ditandai dengan penyerahan surat keputusan (SK) dari Menteri Dalam Negeri tentang pengaktifan kembali Ruben Foenay sebagai Wakil Bupati Kupang oleh Sekda NTT, Jamin Habib, di Kupang, Rabu.
“Mulai hari ini, pak Ruben Foenay sudah boleh bertugas kembali seperti biasa untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat,” kata Jamin Habib.
Dia mengatakan, penerbitan kembali surat pengaktifan kembali Ruben Foenay itu, setelah Mahkamah Agung mengeluarkan keputusan yang menyatakan, Ruben Foenay bebas dari jeratan hukum.
Wabup Kupang, Ruben Foenay dinonaktifkan dari jabatan setelah didakwa melakukan tindak pidana korupsi di DPRD Kabupaten Kupang periode 1999-2004, yang merugikan keuangan negara senilai Rp1 miliar lebih.
Dalam perkara dugaan korupsi itu, Ruben Fonay ditetapkan sebagai terdakwa dalam kapasitas sebagai Ketua DPRD Kabupaten Kupang periode 1999-2004.
Ruben Foenay menyatakan, segera kembali menjalankan tugas-tugas pelayanan kemasyarakatan di Kabupaten Kupang setelah meninggalkan tugas selama hampir dua tahun karena menjalani proses hukum.
Dia berharap, proses hukum yang dijalani ini dapat menjadi contoh bagi seluruh masyarakat NTT untuk selalu patuh pada aturan hukum yang berlaku.
“Mulai hari ini juga saya bertugas, tetapi hal yang paling penting bahwa, proses yang dijalani ini harus menjadi contoh bagi kita semua,” katanya.
Hadir pada penyerahan surat keputusan dari Menteri Dalam Negeri itu, Bupati Kupang, Ibrahim Agustunus Medah serta sejumlah pejabat di Kabupaten Kupang. antara

Benyamin Balukh: Birokrasi di NTT Amburadul

Laporan Iwan Balla
Penataan birokrasi di NTT saat ini masih amburadul, bukan hanya di NTT daerah lain juga demikian. Hal tersebut dikarenakan dalam tubuh birokrasi masih menganut paham Patrialistik sehingga apa yang dikatakan atau yang diputuskan oleh pemimpin harus dapat dilaksanakan pada seluruh tatanan pemerintahan.
“Saya kira saudara-saudara sudah lebih merasakan bahwa birokrasi kita amburadul, itu bukan hanya di sini dimana-mana juga demikian dan kalau kita lihat birokrasi kita tidak terlepas dari KKN untuk bisa masuk kesana dan kalau kita masuk kedalam hal itu,maka akan sulit sekali untuk merubah wajah NTT ini,”Demikian Mayjend (Purn) Benyamin Balukh, SE yang juga sebagai bakal calon Gubernur periode 2008-2013 dalam jumpa pers usai mengikuti acara Talk Show yang bertempat di Radio Republik Indonesia (RRI) didampingi Usman Gumantik Abubakar, SE sebagai bakal calon Wakil Gubernur NTT yang lebih dikenal paket “BIJAK”.

Benyamin menjelaskan, jika pada waktunya telah resmi menyatakan untuk maju dalam ajang Pilkada NTT, telah menyiapkan program yang sangat ketat untuk mereformasi permasalahan tatanan birokrasi.“10 tahun yang lalu dirinya pernah mengangkat tindakan korupsi dalam tubuh birokrasi, memang pada waktu itusaya sempat mendapat tantangan dari teman-teman yang ada di sini.
Mereka memang sangat tidak menginginkan adanya orang-orang seperti saya berada dipemerintahan,tapi kalau kita tidak mau bertindak ini akan sangat berat bagi wajah NTT,” jelas Beny.Hingga saat ini paket “BIJAK” belum menyatakan siap untuk maju dalam ajang Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur NTT periode 2008-2013, namun dari acara talk show tersebut aspirasi dari para undangan dan pemirsa menginginkan agar paket “BIJAK” maju dalam pilkada ini.
Dalam pemaparan Visi dan Misi kedua calon tersebut dengan Visi “Transformasi NTT mewujudkan masyarakat beradab yang sejahtera,mandiri, setara dan adil” dan Misi Transformasi ekonomi yang berbasis kelautan, Transformasi pertanian untuk mewujudkan swasembada pangan, Transformasi pendidikan dan kesehatan,Transformasi politik demokrasi dan desentralistik dan Transformasi pemerintahan yang bersih dan professional.
Dengan dilandasi kesadaran atas dasar panggilan hati nurani untuk mengabdi bagi daerah dan rakyat NTT dan juga dilandasi oleh prinsip-prinsip yang mengacu pada pandangan rasionalitas sekaligus sentimentil serta moral atas apa yang telah, sedang dan akan terjadi dibumi Flobamora.
Sebagai seorang purnawiran TNI tentu saja Beny memiliki sikap disiplin yang tinggi, jika hal ini dapat diterapkan pada tatanan birokrasi maka sudah tentu KKN yang selama ini terjadi dapat diberantas sampai pada akar-akarnya, dengan kata lain sudah saatnya orang militer memegang kembali pimpinan di tanah flobamora tercinta ini.

Pemerintah Lembata Tetap Buka Diri Bagi Investasi Tambang

Lembata, Demos NTT Online - Pemerintah Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT), menyatakan tekad untuk tetap membuka diri bagi investor yang akan melakukan investasi tambang tembaga dan emas di Lembata.
Bagi pemerintah, hal yang paling penting langkah yang diambil pemerintah itu untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat daerah dan tidak merugikan orang lain, kata Bupati Lembata, Drs. Andreas Duli Manuk, di Lembata, Senin.
Dia mengemukakan hal itu menjawab wartawan perihal kontroversi seputar rencana usaha investasi tambang emas dan tembaga yang dilakukan oleh Grup Merukh Enterprises Jakarta melalui anak perusahaannya, PT Merukh Lembata Copper di Lembata.
“Kami tetap jalan. Pada prinsipnya kami menerima rencana investasi tambang di daerah ini sepanjang tidak merugikan orang lain,” kata Bupati yang didampingi Wakil Bupati Lembata, Andreas Liliweri.
Menurut dia, pemerintah tidak pernah merampas hak orang lain, dan sepanjang seluruh proses investasi itu berada dalam tataran aturan maka reaksi apapun yang disampaikan tidak akan mengubah keputusan pemerintah.
Dalam hubungan dengan rencana investasi di Lembata, semua pihak harus melihat dari sisi positifnya karena perusahan akan membangun infrastruktur jalan, dermaga dan juga air bersih.
Selain itu, akan berdampak pada seluruh sektor kehidupan di wilayah itu dan pada gilirannya akan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat Lembata.
Menurut dia, bahwa ada sisi negatifnya memang harus diakui, karena setiap investasi harus ada diantara kita yang dikorbankan.
Dalam pembukaan jalan baru misalnya, harus ada warga yang menjadi korban karena kebun atau tanaman mereka rusak. “Itu namanya sisi negatifnya, jadi tidak hanya ada sisi positifnya saja, tetapi harus dijalani,” katanya.
Belum tentu
Bupati menambahkan, rencana investasi tambang tembaga dan emas di Lembata belum tentu jadi karena tergantung hasil studi kelayakan.
“Jadi masih ada tahapan-tahapan yang harus dijalani sebelum dilakukan investasi. Jadi belum tentu investasinya dilakukan di Lembata,” katanya.
Karena itu, tidak ada manfaatnya kalau masyarakat terus dipengaruhi untuk menolak rencana investasi tambang tembaga dan emas di Lembata, katanya. (dikutip dari NTT Online 7/4/2008)

BPK Perlu Audit Keuangan Calon Kepala Daerah

Kupang, Demos NTT Online - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perlu melakukan audit terhadap keuangan para pejabat di daerah yang menjadi calon kepala daerah untuk mencegah penyimpangan penggunaan keuangan negara saat menjalankan tugas pemerintahan dengan memboncengi kegiatan-kegiatan politik partai.
Demikian dikemukakan pengamat politik, DR Chris Boro Tokan SH.MH di Kupang, Rabu, berkaitan dengan peringatan Indonesian Coruption Watch (ICW) kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar dalam memberikan izin kepada para menteri untuk berkampanye pada pemilu legislatif harus ada batas-batasnya agar tidak merugikan keuangan negara.
Peringatan ICW tersebut, kata Boro Tokan yang juga dosen hukum dan perubahan sosial program pasca sarjana Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, cukup relevan dengan proses pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang melibatkan pejabat negara di daerah sebagai calon kepala daerah.
Dalam hubungan dengan tugas-tugas negara, kata dia, para elit politik di daerah yang menjadi calon dalam proses pilkada tidak dapat terhindarkan memboncengi kegiatan-kegiatan politik partai dengan kegiatan pemerintahan yang tentunya menggunakan keuangan negara.
“Ini indikasi kuat terjadinya KKN. Karena itu, BPK perlu mengaudit setiap biaya perjalanan kaum elit politik dalam posisinya sebagai pejabat negara dalam melakukan tugas-tugas pelayanan publik yang serentak pula dengan kegiatan jika menjadi calon kepala daerah dalam proses pilkada.
Boro Tokan yang juga mantan Sekjen Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) periode 1985-1998 ini menambahkan, dalam revisi terbatas UU No.32 tahun 2004 telah berusaha meminimalisir kerugian negara, melalui pelepasan jabatan sebagai kepala daerah pada saat mendaftar paket calon di KPUD.
Hanya, yang menjadi persoalan di sini, ujarnya, sebelum mendaftar di KPUD, pejabat yang bersangkutan dalam kapasitas sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah serta sebagai pimpinan dewan melakukan kegiatan politik sosialisasi diri sebagai calon dengan menyatukan kegiatan politik partai dalam tugas-tugas pemerintahan.
“Ini tindakan memanipulasi kegiatan pelayanan umum dalam tugas-tugas pemerintahan dengan kegiatan politik partai karena posisinya sebagai pejabat negara. Posisi mereka sulit untuk dibedakan, apakah sebagai pejabat negara atau pimpinan partai,” katanya.
Di sini lain, menurutnya, juga menjerumuskan oknum PNS yang turut serta dalam rombongan untuk terlibat langsung dalam kegiatan politik praktis dengan mempertontonkan paradoks pendidikan politik kepada masyarakat.
Paradoks pendidikan politik tersebut, lanjutnya, adalah pertentangan antara kegiatan politik praktis partai dengan kegiatan pelayanan pemerintahan, para PNS yang dilarang berpolitik praktis tetapi kenyataannya tampil dalam simbol PNS bersama pejabat negara yang juga elite partai melakukan kegiatan-kegiatan politik praktis.
Ia menambahkan, paradoks politik ini sedang terjadi di daerah-daerah yang tengah dalam proses pilkada sehingga menimbulkan semacam ketidakadilan politik yang dirasakan masyarakat bagi calon-calon atau kandidat yang lain dalam posisinya tidak sebagai pejabat negara.
Oleh karena itu, apabila ada kecurangan dalam proses pilkada yang dilakukan oleh KPUD, terindikasi mendukung dan memenangkan calon-calon ‘paradoks politik’ walau sering mengundang protes dan demonstrasi publik, katanya.
Demi keadilan politik, pertimbangan efisiensi dan efektifitas, kata Boro Tokan, sebaiknya proses pilkada yang sedang terjadi di daerah-daerah di seluruh Indonesia, termasuk juga di Nusa Tenggara Timur (NTT), sebaiknya diundur ke bulan Oktober seperti wacana yang sedang berkembang saat ini.Menurut dia, hal ini untuk membuktikan kejujuran nurani DPR dan Presiden SBY dalam menghormati aspirasi rakyat melalui revisi terbatas UU No.32/2004 yang telah ditetapkan dalam sidang paripurna DPR-RI pada 1 April 2008, apalagi KPU juga masih menunggu revisi PP No.6 Tahun 2005 dari Menteri Dalam Negeri. (dikutip dari NTT Online 9/4/2008 )

Rabu, 09 April 2008

Pius Rengka Ajak Aktivis Prodem Dukung Harman

Kupang, Simpul Demokrasi NTT Online
Anggota DPRD NTT dari PKPI, Pius Rengka, SH mengajak seluruh komponen aktivis pro demokrasi di Propinsi Nusa Tenggara Timur untuk merapatkan barisan guna mendukung calon gubernur NTT periode 2008-2013 yang diyakini mampu memberantas praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Pasalnya, diyakini bahwa kemiskinan masyarakat NTT disebabkan oleh masih kuatnya praktek KKN dalam tubuh birokrasi.
“Kepada seluruh actor prodem: diingatkan untuk merapatkan barisan untuk memenangkan paket calon gubernur dan wakil gubernur atas nama Dr.Beni K.Harman dan Alfred Kase,” tandas Rengka melalui sms kepada Simpul Demokrasi NTT Online, Selasa (8/4).
Harman adalah anggota DPR RI dari PKPI. Sedangkan Alfred Kase saat ini masih menjabat sebagai Sekretaris Daerah Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). Duet Harman – Kase alias HARKAT diyakini memiliki kapasitas dan integritas pribadi yang mampu memberantas KKN di NTT.
HARKAT dikabarkan mendapat dukungan dari PPDI (4 kursi), Demokrat (2), PPD (1), PPP (1), PPDK (1). Dengan kekuatan sembilan kursi di DPRD NTT, koalisi lima parpol tersebut sudah berhak mendaftarkan paket HARKAT ke KPUD NTT.
Informasi yang diperoleh Simpul Demokrasi NTT Online menyebutkan bahwa paket ini akan didaftarkan oleh koalisi partai pada tanggal10 April mendatang. “Kami sudah menghubungi seluruh pimpinan partai koalisi untuk mendaftar pasangan calon pada tanggal 10 April,” jelas seorang pentolan dari Partai Demokrat.
Sebetulnya, paket berencana melakukan deklarasi pada tanggal 6 April lalu. Hanya saja, mereka masih harus menanti keputusan DPP PKPI dan DPP PKB. Pasalnya, HARKAT juga mendapat dukungan yang signifikan dari kedua parpol tersebut. Sehingga mereka tidak ingin mendahului DPP kedua parpol tersebut. (fre)

KPRL: Bupati Lembata Jangan Berbohong

Lewoleba, Simpul Demokrasi NTT Online
Koordinator Koalisi Perlawanan Rakyat Lembata (KPRL),Yohanes Boro meminta Bupati Lembata Drs.Andreas Duli Manuk untuk lebih jujur dalam memberikan informasi kepada publik. Hal ini disampaikan berkaitan dengan pemberitaan seputar masalah rencana investasi penambangan di Kabupaten Lembata.
“Bupati jangan merasa bahwa penyerahan tanah oleh sejumlah oknum yang mengaku sebagai pemegang hak ulayat itu sudah selesai. Mereka bukanlah pemegang ulayat.Dan itu sudah disampaikan oleh para tokoh masyarakat Benihading Leupitu, Kedang kepada Pemkab dan DPRD Lembata,” tandas Boro, kepada Simpul Demokrasi NTT Online, di Lewoleba, Selasa (8/4).
Menurut Boro, pernyataan Bupati Manuk yang mengklaim masalah tanah yang akan menjadi lokasi penambang sudah selesai sangat tidak beralasan.”Saya kira, seluruh masyarakat Lembata sudah tahu bahwa tanah itu masih bermasalah. Tuan tanah tidak mau menyerahkan tanahnya. Mereka yang menyerahkan tanah sedang dalam posisi terancam. Pak Bupati jangan menutup mata terhadap kenyataan adanya ancaman konflik di lapangan,” ujarnya, berharap.
Sebagaimana diketahui, warga dari lima suku yang mengaku sebagai pemegang hak ulayat Tuamado, telah menyerahkan hamparan tanah yang menjadi titik utama lokasi pertambangan tembaga dan emas di Kabupaten Lembata.
Lima suku pemegang hak tanah ulayat itu adalah Suku Potiretu, Leo Ara, pemegang hak ulayat Suku Lodo Lelang; Andreas Abe, Suku Tuamado, Benediktus Telu; Suku Lelangrian, Abdulah Benu; Suku Laa Wayang, Sadi Lari dan Suku Watang Walang, Kornelis Kopaq, kata Bupati Lembata, Drs. Andreas Duli Manuk, di Lembata, Jumat.
Ia mengemukakan pandangan itu terkait masalah tanah ulayat yang menjadi lokasi utama rencana tambang tembaga dan emas di Lembata yang disuarakan berbagai komponen masyarakat daerah itu.
“Soal lokasi yang dipersoalkan selama ini sudah tidak bermasalah. Sudah ada penyerahan secara sukarela dari para pemilik hak ulayat,” kata Bupati Manuk seperti dikutip LKBN Antara.
Lokasi Wae Puhe dan Bean, menurut data-data penyidikan umum, data ilmiah yang dihasilkan foto satelit dan eksplorasi yang telah dilakukan, merupakan kawasan deposit emas dan tembaga terbesar di Pulau Lembata. Kandungan itu telah diketahui sejak zaman penjajahan Belanda.
Kawasan Wae Puhe terletak di bagian barat dikenal dengan “gold ridge”, sedangkan kawasan Bean disebut “coper ridge” karena ditemukan bukit yang mengandung mineral tembaga.
Bupati menambahkan, sudah ada kesepakatan pula antara pemilik hak ulayat, pemerintah daerah dan investor tentang memberian ganti rugi yang layak kepada para pemilik tanah.
“Ada hak kepemilikan perorangan dalam lokasi maupun di sekitar tambang. Itu juga sudah dibicarakan mengenai pemberian ganti rugi yang layak sesuai dengan kesepakatan,” katanya.
Tentang sikap warga, ia mengatakan para pemegang hak ulayat telah menyatakan sikap untuk berada dalam posisi netral, tidak ingin mempersoalkan kehadiran tambang tembaga di Lembata.
Saat ini rencana investasi tambang di Lembata masih dalam tahapan awal dan belum sampai pada tahap eksploitasi. Karena itu, jika ada pandangan yang menyebutkan bahwa pemerintah telah menjual Lembata kepada investor adalah hal yang tidak benar, kata Bupati Lembata.
Mengomentari pernyataan Bupati Manuk itu, koordinator KPRL mengaku prihatin. “Apa yang dikatakan Bupati Manuk merupakan tindakan yang patut disesalkan karena dapat memicu konflik di lapangan. Saya berharap agar pak Bupati tidak mengelak dari tanggungjawab jika benar-benar terjadi konflik karena pernyataannya itu,” tegasnya, mengingatkan.
Dikatakan, segenap warga Benihading Leupitu telah menggelar Musyawarah Luar Biasa untuk membahas sikap oknum warga Tuamado. Mubes tersebut sekaligus meredam emosi warga untuk tidak bertindak anarkhis terhadap para oknum yang secara sepihak menyerahkan tanah kepada Pemkab Lembata. “Kabarnya ada warga Tuamado yang ketakutan dan terpaksa mengungsi dari Tuamado. Ini harus diantisipasi secara dini, dan Bupati jangan lagi perkeruh keadaan,” tandas Boro. (fre)

DR. Frans Rengka, SH, MH: Saya tidak Yakin Medah Mampu Berantas Korupsi

Penyidikan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan kapal ikan di Kabupaten Kupang tahun 2002 penuh kontroversi. Bupati Ibrahim Agustinus Medah yang belum diperiksa sempat ditetapkan sebagai tersangka. Uniknya, penyidik polisi kemudian menghentikan penyidikan dengan alasan tidak cukup bukti. Maka, Medah pun melaju jadi calon Gubernur NTT 2008-2013 dari Partai Golkar. Yang jadi pertanyaan, mampukah Medah memberantas korupsi jika terpilih jadi Gubernur NTT?
Kepada wartawan Demos NTT Online, Efri Ofong, pakar hukum DR. Frans Rengka, SH, MH, mengaku tidak yakin Medah punya kemampuan untuk itu. Dosen Fakultas Hukum Universitas Katolik Widya Mandira Kupang yang ditemui di ruang kerjanya, Rabu (3/4) melihat banyak kejanggalan dalam kasus yang menimpa Medah. Berikut petikan wawancaranya”

Bagaimana Anda melihat penanganan kasus korupsi oleh keplisian dan kejaksaan di NTT, terutama sejumlah kasus korupsi di Kabupaten Kupang, misalnya kasus pengadaan kapal ikan, dan kasus jati Amfoang yang sudah sangat lama tapi belum tuntas juga?
Kasus-kasus yang disebutkan itu kebanyakan berhubungan dengan pejabat-pejabat penting atau penguasa. Pada umumnya dalam konteks NTT, hampir dipastikan kasus-kasus yang melibatkan pejabat-pejabat, terutama kasus korupsi itu, selalu mandek di tengah jalan. Artinya, kasus tersebut tidak pernah tuntas. Kalau tidak di tingkat penyidikan kepolisian atau di tingkat kejaksaan, kalaupun sampai di tingkat pengadilan, keputusan nantinya juga bebas.
Memang menarik logika hukum yang dibangun oleh aparat hukum. Seperti SP3 kasus Pak Medah yang katanya tidak cukup bukti. Tetapi bagi saya, pernyataan penyidik yang seperti itu menarik. Kenapa? Karena ketika seseorang dinyatakan sebagai tersangka, itu kan mestinya ada bukti-bukti awal yang cukup kuat yang membuat aparat hukum memasukkan dia dalam kategori tersangka kalau diperiksa. Tetapi yang saya baca dari beberapa media itu kan Pak Medah belum pernah diperiksa. Bagaimana logika hukum? Kan tidak jalan. Bagaimana mungkin seseorang dinyatakan di-SP3 tetapi belum pernah diperiksa? Tidak masuk akal. Iya kan?
Itu khusus kasus Pak Medah. Kalau secara umum saya pikir kasus korupsi yang melibatkan para pejabat itu jarang sekali diselesaikan sampai tuntas. Sebabnya kita perlu cari tahu, tetapi yang muncul di media massa misalnya, pertama, bukti kurang. Apa benar? Kenapa kasus serupa yang menimpa pejabat di tempat lain yang disidik oleh KPK misalnya, kog bisa jalan? Kalau kita mengambil perbandingan itu saja kan aneh. Kalau KPK yang lakukan penyidikan itu bisa gitu. Orang bisa dihukum meskipun dia pejabat. Mengapa di Kupang seperti ini? Saya tidak tahu. Mungkin benar seperti apa yang dikatakan Pak Benny Harman, ”kasus korupsi itu menjadi ladang untuk mendapatkan duit”. Karena mereka punya uang, lalu dicarilah alasan hukum yang kelihatannya logis. Tetapi, itu bisa saja kalau dicari tahu sebenarnya tidak logis juga. Seperti kasus Pak Medah yang sudah ditetapkan sebagai tersangka. Itu lebih menarik lagi. Belum pernah diperiksa tapi sudah di-SP3, itu kan ganjil. Coba dilihat kasus ini dulu (kapal ikan-Red).
Kalau untuk orang hukum, lebih ganjil lagi karena, bagaimana anda bisa buat keputusan menyatakan sesuatu tetapi belum pernah diperiksa. Darimana itu? Kesimpulan macam apa itu? Ini melawan hukum logika. Iya kan?
Jangan kan logika hukum, logika biasa pun, masak dia belum diperiksa kog sudah dibuat kesimpulan bahwa dia tidak bersalah. Bukan tidak mungkin kedepan nanti kasus-kasus yang lain nasibnya serupa. Alasan dicari-cari karena itu instrumen yang digunakan oleh aparat hukum, misalkan bukti kurang, bukti tidak memadai, SP3, sehingga tidak bisa diteruskan. Itu memang logis sebagai daftar hukum. Kalau hemat saya, aparat hukum tidak serius dan tidak komit untuk memberantas korupsi. Mengapa? Kita tidak tahu. Ada banyak faktor. Ini perlu kita periksa. Mungkin membutuhkan studi ilmiah yang memakan waktu. Tetapi masyarakat perlu diinformasikan. Kalau begitu, bagaimana kalau pejabat sendiri yang terlibat itu tidak diproses secara hukum itu nantinya bagaimana dengan penegakan kasus korupsi di NTT ini bisa berjalan? Kan sulit.

Siapa sesungguhnya yang bertanggungjawab atas keluarnya keputusan untuk melakukan penebangan dalam kawasan hutan Amfoang?
Kalau dilihat soal tanggungjawab, maka bupati paling atas. Dinas itu kan sebuah instansi yang khusus menangani bidang tertentu. Misalkan, kehutanan. Tetapi kan tetap di bawah koordinasi bupati. Pertanyaannya sederhana, semestinya apakah keputusan kepala dinas itu tidak di bawah koordinasi atau tidak diberitahukan ke bupati? Itu kan tidak mungkin. Nah kalau yang mengeluarkan izin Kepala Dinas maka Bupati tahu. Dan mestinya bupati harus mengecek, apakah keputusan yang dibuat Kepala Dinas itu menyalahi aturan tau tidak? Sehingga tanggungjawab itu tidak bisa dilimpahkan atau diserahkan kepada dinas saja. Kalau putusan itu melanggar aturan, logika birokrasinya kan Bupati mesti turut bertanggungjawab. Sama juga kan dengan kasus kapal ikan. Bupati kan penanggungjawab akhir. Kalau dalam aturan hukum ada penanggungjawab absolut responsibility.
Jadi seorang pejabat yang meskipun tidak melakukannya tetapi karena ini anak buahnya, ia melakukan dan itu ada di bawah domain kerja dia, maka dia juga harus bertanggungjawab. Jadi banyak kali aparat hukum kita yang pandangan hukum mereka terlalu terbatas, sangat terbatas. Sebenarnya dalam hukum itu ada banyak prisip-prinsip hukum yang mungkin mereka belum tahu ataukah mereka pura-pura tidak tahu. Tapi sebenarnya itu ada. Birokrasi itu kan ada controling. Jadi kalau dibuat planning, maka pasti ada pengawasan.

Dalam kasus pengadaan kapal ikan, Bupati Kupang sempat ditetapkan jadi tersangka, tapi diprotes oleh kubu Medah karena bupati Medah belum pernah diperiksa oleh penyidik polisi. Apakah tersangka bisa ditetapkan sebelum dimintai keterangan?
Ya.. itu juga menarik sebenarnya kalau dia belum diperiksa sudah ditetapkan sebagai tersangka. Atas dasar apa sebetulnya penyidik menetapkan seorang Medah itu sebagai terangka? Apakah atas dasar pemeriksaan terhadap saksi-saksi yang lain? Kalau saksi-saksi lain maka Medah juga mestinya diperiksa atau dikonfirmasi lagi secara silang. Jadi keterangan si A yang menyatakan saya bersalah itu kan harus dicross ke saya juga. Tidak mungkin saya percaya begitu saja. Aneh kan kalau Medah belum diperiksa sudah ditetapkan sebagai tersangka. Sekalipun ada indikasi kuat dia terlibat atau dia bersalah berdasarkan hak pemeriksaan terhadap beberapa tersangka yang lain yang menyebut nama Pak Medah secara eksplisit. Tetapi kan keterangan-keterangan itu tidak bisa menjadi patokan. Dalam hukum itu sendiri, praktek itu yang parah dan repot. Mereka mengerti seperti apa? Dari hukum itu sendiri kan harus ada rechek kepada yang bersangkutan bahwa sejauhmana Anda terlibat dalam kasus ini dan juga bagaimana tanggungjawab Anda dalam kasus ini.
Nah ini yang saya bilang penyidik kurang cerdas. Jadi memang hukum itu seringkali apa yang tertulis dan apa yang dipraktekkan di lapangan itu ada gap. Gap itu karena aparaturnya tidak cukup memahami istilah yang digunakan dalam hukum. Mereka menggunakan istilah-istilah itu sekedar karena sudah disebutkan oleh ahli hukum jadi mereka juga menggunakannya. Tetapi apa makna dan konsekwensi dari istilah-istilah itu mereka sendiri lupa. Misalnya apa arti dia disebut sebagai tersangka, kan artinya ada bukti-bukti kuat yang cukup sehingga dia bisa dikategorikan sebagai tersangka. Itu yang bagi saya tidak logis. Sudah tersangka, di-SP3-kan, apalagi belum pernah diperiksa.
Ketika mereka menyatakan perkaranya Pak Medah itu di-SP3-kan padahal Pak Medah belum pernah diperiksa. Atas dasar apa itu? Dan hal seperti ini Pak Medah sendiri bisa melakukan tuntutan kepada aparat hukum karena telah mengumumkan kepada publik bahwa saya adalah tersangka. Itu kan sama dengan pencemaran nama baik. Tersangka dalam pidana hukum berat. Kalau sebagai saksi itu masih ringan.

Belakangan status Medah ”dibersihkan” dari kasus kapal ikan dengan dikeluarkan SP3. Menurut Anda apakah ada kekuatan politik yang menggangu proses penyidikan itu?
Saya tidak berani membuat kesimpulan. Tetapi apa yang sementara diperjuangkan oleh asosiasi pengacara ini sebenarnya mau meluruskan kembali apa yang sudah dikerjakan oleh penyidik. Jadi mereka jangan bermain-main dengan hukum. SP3 itu memang sebuah istilah yang lazim dalam penyidikan. Artinya, kalau ternyata dalam penyidikan tidak ditemukan bukti-bukti yang cukup maka orang-orang tersebut tidak perlu diteruskan proses hukumnya. Tetapi saya tidak terlalu yakin, ada banyak hal yang tidak masuk akal. Belum diperiksa sudah ditetapkan sebagai tersangka, belum diperiksa sudah di-SP3. Saya tidak tahu aparat kepolisian ini senang sekali menggunakan istilah-istilah, tetapi apakah mereka sendiri mengerti tidak implikasi hukum. Ini kan merusak citra kepolisian itu sendiri.
Ya... mungkin mereka tidak bermaksud demikian. Apalagi belum ada izin dari presiden, itu tambah rumit dan gawat. Jadi ada banyak prinsip hukum yang dilanggar dengan ketentuan undang-undang yang mengatakan bahwa seorang pejabat yang mau diperiksa harus ada izin dari presiden. Itu juga salah. Bagi kami yang belajar hukum di universitas, itu salah. Bahwa prakteknya ada undang-undang, betul. Ada yang mengatakan bahwa ada aturanya, betul. Tapi aturan itu yang sebenarnya salah. Kan ada asas lain yang mengatakan bahwa semua orang sama didepan hukum. Itu asas.
Bagi saya ada dua hal. Pertama, ada intervensi eksekutif di dalam masalah yudisial itu tidak benar. Saya tidak tahu apakah hal ini anggota legislatif tahu atau tidak. Itu kan ngawur. Masak... urusan peradilan diintervensi oleh presiden. Jadi banyak hal yang perlu dikritik.

Bagaimana Anda melihat kinerja aparat hukum di NTT?
Kalau lihat soal kinerja maka kita harus melihat seberapa banyak kasus yang diproses secara hukum. Kalau itu yang menjadi ukuran maka buruk kinerja aparat hukum. Karena, banyak kasus korupsi yang tidak ada penyelesaianya. Kan tugas polisi seberapa banyak, kusus kasus korupsi yang diproses secara hukum.begitu juga berapa kasus dari jaksa ke pengadilan, kemudian di pengadilan, untuk mengetahui kinerja pengadilan (hakim) seberapa banyak kasus korupsi yang diproses secara hukum? Dan untuk pihak kejaksaan, berapa kasus pidana dalam hal kasus korupsi yang dituntut oleh jaksa di pengadilan. Di NTT inikan, kita bisa hitung, kecil sekali apalagi kasus-kasus yang melibatkan para pejabat. Jadi hal ini sebenarnya aparat hukum sedang mempertontonkan kepada publik, performance yang buruk. Kan itu ukurannya kaku. Kita bisa bicara soal kinerja aparat. Pertama, berapa kasus yang diungkap oleh polisi? Kedua, berapa kasus pidana yang dituntut oleh jaksa. Ketiga, berapa kasus korupsi yang dijatuhkan pidana untuk hakim di pengadilan? Itu baru bagus.

Apakah Anda yakin Medah mampu memberantas KKN di NTT?
Asumsinya begini. Kalau orang itu mulai dengan masalah, maka saya pikir sulit juga. Apalagi masalah yang dituduhkan kepadanya itu adalah masalah yang justru menjadi tugas beliau nanti. Saya tidak terlalu yakin kalau I.A. Medah punya kemampuan untuk memberantas korupsi di tubuhnya sendiri (birokrasi). Kejahatan yang paling parah itu ada dalam birokrasi. Karena mereka menggunakan uang negara. Jadi dari segi ini, saya pikir, ada kandidat lain yang lebih prospektif dari segi ini saja (korupsi).(*)