Sabtu, 19 April 2008

KPUD NTT Didemo Forum Anti Korupsi

KUPANG, KAMIS- KPUD Nusa Tenggara Timur (NTT) didemo Forum Anti Korupsi NTT. Mereka menuntut KPUD tidak boleh menerima pasangan calon Gubernur NTT periode 2008-2013, Ibrahim Agustinus Medah yang berpasangan dengan Paulus Moa.
Pendiri Forum Anti Korupsi (FAK) NTT, Ny Joelfina Ndun di halaman Kantor KPUD NTT di Kupang, Kamis (17/4) mengatakan, Ibarahim Agustinus Medah masih berstatus sebagai tersangka, meski Kapolda NTT telah menerbitkan surat perintah pemberihentian penyidikan (SP3).
"FAK NTT tidak berhenti pada SP3 Kapolda NTT. Kami masih naik banding karena itu proses hukum terhadap Medsh belum selesai. KPUD tidak boleh mengesahkan pasangan Medah dan Moa sebagai salah satu peserta calon Gubernur dan Wakil Gubernur NTT," kata Joelfina.
KPUD NTT telah menerima delapan berkas pasangan calon Gubernur NTT yakni Ibrahim Agustinus Medah -Paulus moa (Tulus), Jonathan Nubatonis-Valens Sili Tupen (Talenta), Beny Harman-Alfred Kase (Harkat), Amos Noelaka-Apolos Djara Bonga (Aman), Frans Lebu Raya-Esthon Foenay (Fren), Gaspar Ehok-Julius Bobo (Gaul), Ricard Riwu-Martha Pengko (Camar), dan Alfons Loe Mau-Frans Saleman (Amsal). (KOR)

Mitang-Damianus Hampir Dipastikan Menang

MAUMERE, DEMOS NTT- Paket Soda, pasangan calon Sosimus Mitang Wera Damianus hampir dipastikan memenangkan pemilihan langsung kepala daerah dan wakil daerah Kabupaten Sikka berdasarkan rekapitulasi sementara yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Sikka, hari ini, Kamis (17/4) hingga pukul 19.45 wita.
Paket Soda meraih 47.250 suara (33,16 persen). Penghitunan itu berdasarkan hasil di 477 Tempat Pemungutan Suara (TPS) dari 496 TPS secara keseluruhan di Sikka. Di urutan kedua adalah paket Ayo, Alexander Longginus Ignatius Henyo Kerong dengan perolehan 36.331 suara (25,50 persen). Paket Hero, Agustinus R Heny -Remigius Cosmas berada di posisi ketiga mendapatkan 29.009 suara (20,36 persen).
Di urutan keempat adalah paket Mesra , pasangan calon Landoaldus Mekeng - Fransiskus X Sura yang memperoleh 21.057 suara (14,78 persen). Sementara di urutan paling bawah paket Abdi, Hendro Alex Bapa Fransiskus Roberto Diogo yang memperoleh 8.846 suara (6,21 persen). Total suara sah sebanyak 142.493 suara.
Sampai malam ini masih ada 19 TPS yang datanya belum masuk. TPS-TPS itu dari tiga kecamatan, yakni Alok Timur, Lela, dan Talibura. TPS yang datanya terlambat terutama yang terletak di pulau-pulau. Dari sana memakan waktu sekitar 2,5 jam lewat perjalanan l aut sampai di Maumere, kata Ketua KPU Kabupaten Sikka, M Robby Keupung, Kamis, di Sikka. */ant

DPRD NTT Tuding Pertamina Bohong

KUPANG, DEMOS NTT - Kalangan DPRD NTT menilai, Pertamina Cabang Kupang telah membohongi rakyat terkait kelangkaan minyak tanah di daerah itu yang sudah berlangsung sekitar satu bulan terakhir. "Seharusnya Pertamina menyampaikan secara jujur kondisi stok bahan bakar minyak tanah, agar masyarakat tidak panik," kata anggota DPRD NTT Viktor Mado Wutun, Adrianus Ndu Ufi, Cendana Abubakar dan Vincen Patah di Kupang, Jumat. Empat anggota DPRD ini dihubungi secara terpisah terkait pernyataan Pertamina Cabang Kupang bahwa stok minyak tanah saat ini aman dan distribusi ke pangkalan-pangkalan berlangsung normal. "Kelangkaan bahan bakar minyak tanah di Kupang saat ini sebagai akibat dari kepanikan masyarakat secara berlebihan setelah membaca dan mendengar pemberitaan di media tentang kelangkaan minyak tanah di daerah lain," kata Wira Penjualan Pertamina Cabang Kupang, Ahmad Hambali. "Pasokan minyak tanah berjalan normal, kalau ada kelangkaan sebenarnya karena masyarakat panik dengan pemberitaan di media tentang kelangkaan BBM minyak tanah di provinsi lain," kata Hambali. Menurut dia, setiap hari Depo Pertamina mensuplai 70-80 ribu liter minyak tanah ke lima agen yang tersebar di wilayah Kota Kupang. Para agen kemudian memasok ke pangkalan-pangkalan minyak tanah sesuai dengan kesepakatan antara agen dan pangkalan. Bahkan akhir pekan lalu, Pertamina menambah pasokan ke pasaran sebanyak 25 ribu liter. Pasokan ini untuk merendam gejolak kelangkaan minyak tanah di Kota Kupang. "Artinya suplai normal bahkan sudah ada penambahan suplai ke pasaran, tetapi tampaknya masyarakat masih saja tetap panik," tambahnya. Menurut Mado Wutun, pernyataan Pertamina itu sangat kontras dengan fakta yang terjadi di lapangan, karena di hampir semua sudut kota terlihat antrian panjang hanya untuk mendapat jatah lima liter minyak tanah. "Bahkan dari hasil pemantauan, ada warga yang sudah berhari-hari menunggu giliran untuk mendapatkan minyak tanah," katanya. Sementara di sejumlah warung, para pedang menjual minyak tanah dengan harga berkisar Rp5.000-Rp6.000 per liter. "Ini fakta yang terjadi di lapangan selama beberapa pekan terakhir," katanya seraya menambahkan, jika Pertamina memiliki stok cukup harus ada tambahan suplai ke pasaran untuk menghilangkan kesan di masyarakat bahwa tidak ada kelangkaan minyak tanah sehingga masyarakat tidak perlu panik. (ANT)

8 Calon Gubernur NTT Periksa Kesehatan

Jumat, 18 April 2008 11:47 WIB
KUPANG, DEMOS NTT-- Delapan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur NTT yang mendaftar ke KPU Provinsi NTT menjalani pemeriksaan kesehatan di Rumah Sakit Umum (RSU) Prof. WZ Joahannes Kupang, Jumat (18/4/2008).Kedelapan paket dimaksud adalah Ibrahim A Medah - Paulus Moa (Paket Tulus), Frans Lebu Raya - Esthon Foenay (Fren), Alfons Loemau-Frans Salesman (Amsal), Benny K Harman-Alfred M Kase (Harkat), Richard Riwu-Martha Dahlia Pengko (Camar), dan Amos Noelaka-Apolos Djara Bonga (Aman). Dua paket lainnya adalah Gaspar Parang Ehok-Julius Bobo (Gaul) dan Jonathan Nubatonis-Valens Sili Tupen (Talenta).Mereka diperiksa oleh Tim medis yang teridri dari sembilan dokter ahli yang dibantu perawat. Dokter Nyoman Sutama bertindak sebagai ketua tim. Sedangkan sembilan sembilan dokter ahli tersebut, yakni dr. Andreas N Fernandez Lewai, Sp.PD (ketua tim), dr. Rusli, Sp.B; dr. Leonora Johana Tiluata, Sp.JP; dr. Dasliati B. Palloan, Sp.THT; dr. Johana Herlin, Sp.S; dr. Michael Salean, Sp.Rad; dr. Magdalena Tobing, Sp.PK; dr. Ekosusilo Sindarto, Sp.M dan dr. Dickson A. Lengoh. Sp.KJ.Direktris RSU Prof. Dr. WZ Johannes Kupang, dr.Yovita Anike Mitak, MPH, mengatakan, para calon menjalani pemeriksaan secara lengkap (general check up), di antaranya meliputi, tes kejiwaan (mental), mata, darah dan urine. "Hasil pemeriksaan akan disampaikan kepada KPU NTT," kata Yovita Mitak. */pk

Senin, 14 April 2008

DPW PKB NTT Harus Tunduk Pada Keputusan DPP

Kupang, DEMOS NTT Online - Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Nusa Tenggara Timur (NTT) harus tunduk pada keputusan DPP partai itu yang telah memutuskan dan menetapkan Benny K Harman-Alfred Kasse sebagai calon Gubernur-Wakil Gubernur NTT periode 2008-2013.
Langkah politik yang diambil DPW PKB NTT pimpinan Daniel Hurek dengan mendaftar paket Gaspar Parang Ehok-Yulius Bobo sebagai calon Gubernur-Wakil Gubernur NTT periode 2008-2013 di KPUD NTT pada 8 April lalu harus dinyatakan batal demi hukum karena bertolak belakang dengan keputusan tertinggi dari induk organisasinya.
“DPW PKB NTT harus menarik dukungan tersebut di KPUD NTT dan menghormati keputusan DPP PKB yang telah menetapkan Benny K Harman-Alfred Kasse sebagai calon Gubernur-Wakil Gubernur NTT periode 2008-2013,” kata pengamat hukum dan politik dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Nicolaus Pira Bunga SH.MHum di Kupang, Sabtu.
Ketua DPW PKB NTT, Daniel Hurek yang dihubungi secara terpisah mengatakan, pihaknya belum mengambil keputusan untuk “mengamankan” keputusan dari DPP PKB, karena Ketua Dewan Syura DPW PKB NTT, Elias Ludji Pau masih di Jakarta untuk mengonfirmasi ulang soal kejelasan SK DPP PKB tersebut.
Keputusan DPP PKB itu tertuang dalam SK No.3077/DPP-02/IV/A.1/IV/2008 tertanggal 7 April 2008 yang memutuskan dan menetapkan Benny K Harman-Alfred Kasse sebagai calon Gubernur-Wakil Gubernur NTT periode 2008-2013.
Surat keputusan tersebut ditandatangani oleh Ketua Dewan Syura DPP PKB, KH Abdurrahman “Gus Dur” Wahid, Sekretaris Dewan Syura DPP PKB, Muhyidin Aroeboesman, Wakil Ketua Umum Dewan Tanfidz DPP PKB, Ali Maskur Musa dan Sekjen DPP PKB Yenny Zanuba Wahid.
Pira Bunga yang juga Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Undana Kupang itu mengatakan, pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur NTT pada Juni mendatang memang merupakan hajatannya DPW PKB NTT, namun keputusan dari induk organisasi soal bakal calon, wajib dihormati oleh DPW sebagai satu kesatuan dari organisasi PKB.
Ketua DPW PKB NTT, Daniel Hurek mengatakan, rekomendasi dari DPP PKB soal siapa bakal calon Gubernur-Wakil Gubernur NTT periode 2008-2013 yang diputuskan, hanyalah merupakan persoalan internal partai belaka, karena Pilgub NTT merupakan hajatannya DPW.
“Soal rekomendasi dari DPP PKB adalah persoalan internal partai sehingga DPW PKB NTT memandang perlu untuk mendaftar paket Gaspar Parang Ehok-Yulius Bobo ke KPUD NTT bersama sejumlah parpol pengusung lainnya,” kata Hurek yang juga Wakil Walikota Kupang itu.
Pira Bunga mengatakan, apapun alasannya organisasi politik di tingkat bawah harus merujuk pada keputusan induk organisasinya karena merupakan satu kesatuan dari organisasi politik tersebut.
“Memang Pilgub NTT merupakan hajatannya DPW tetapi bukan berarti harus mengabaikan keputusan dari tingkat atas. Langkah yang paling elegan adalah menarik dukungan tersebut dan menghormati keputusan DPP PKB yang telah memutuskan dan menetapkan Benny K Harman-Alfred Kasse sebagai calon Gubernur-Wakil Gubernur NTT periode 2008-2013,” katanya.
Menurut dia, DPW PKB NTT bukan merupakan kendaraan politik pioner paket Gaspar Parang Ehok-Yulius Bobo, karena sebelumnya paket tersebut telah menjadikan PPDI pimpinan John Dekresano sebagai kendaraan politik pioner menuju kursi gubernur-wakil gubernur sebelum berkoalisi dengan PKB, PKPI, Partai Pelopor dan PNBK untuk mengusung paket tersebut. (antara/ntt online)

Andreas Lewar: Yan Kia Poli Pimpin Rapat 7 Maret 1954

Andreas Lewar, seorang saksi sejarah Statement 7 Maret kepada Demos NTT di Lewoleba minggu (29/3) membenarkan pernyataan Leo Boli Lajar dalam berita yang ditulis Demos NTT. Pernyataan ini dilontarkan setelah membaca tulisan Demos NTT tentang peristiwa bersejarah di Lembata itu. Dikatakan tidak benar jika pada saat konverensi 7 Maret, Yan Kia Poli- yang pada sat itu menjabat Kepala kantor Agama- sedang berada di Makasar. Sementara mengapa Yan kia Poli tidak tandatangan, dikatakan dia hanya memimpin rapat sementara hasil keputusan harus ditandatangani oleh organisasi formal yaitu Partai Katolik dan Masyumi. Andreas Lewar rekan sekelas dari Andreas Duli Manuk (Bupati Lembata sekarang) ketika SD itu mengatakan Yan Kia Poli yang memimpin rapat pada konverensi 7 Maret 1954 di Hadakewa. Jika Yan Kia Poli diminta untuk menandatangani Statement 7 Maret, maka paling kurang dia hanya mengetahui saja. Selain itu, dirinya mengatakan tempat Kejadian Statement 7 Maret yang kini dibangun monument peringatanya dan peletakan batu pertama oleh Bupati Drs. Andreas Duli Manuk itu salah tempat. Tempat kejadian sesungguhnya terletak di gedung TKK lama,dulu SDK Hadakewa dan ada fondasi kosong sampai sekarang. Pada saat itu, pemerintahan di Lembata masih berstatus Asisten Wedana Lomblen yang dipimpin oleh H.A. Riwu dan berkedudukan di Hadakewa. (San Taum)

Kamis, 10 April 2008

Wabup Kupang Non Aktif Kembali Bertugas

Kupang, Demos NTT Online - Wakil Bupati Kupang, Drs. Ruben Foenay yang dinon-aktifkan dari jabatan sejak September 2006 lalu, setelah ditetapkan sebagai terdakwa kasus dugaan korupsi di DPRD Kabupaten Kupang, sudah diperkenankan untuk kembali menjalankan tugas-tugas pelayanan kemasyarakatan.
Hal ini ditandai dengan penyerahan surat keputusan (SK) dari Menteri Dalam Negeri tentang pengaktifan kembali Ruben Foenay sebagai Wakil Bupati Kupang oleh Sekda NTT, Jamin Habib, di Kupang, Rabu.
“Mulai hari ini, pak Ruben Foenay sudah boleh bertugas kembali seperti biasa untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat,” kata Jamin Habib.
Dia mengatakan, penerbitan kembali surat pengaktifan kembali Ruben Foenay itu, setelah Mahkamah Agung mengeluarkan keputusan yang menyatakan, Ruben Foenay bebas dari jeratan hukum.
Wabup Kupang, Ruben Foenay dinonaktifkan dari jabatan setelah didakwa melakukan tindak pidana korupsi di DPRD Kabupaten Kupang periode 1999-2004, yang merugikan keuangan negara senilai Rp1 miliar lebih.
Dalam perkara dugaan korupsi itu, Ruben Fonay ditetapkan sebagai terdakwa dalam kapasitas sebagai Ketua DPRD Kabupaten Kupang periode 1999-2004.
Ruben Foenay menyatakan, segera kembali menjalankan tugas-tugas pelayanan kemasyarakatan di Kabupaten Kupang setelah meninggalkan tugas selama hampir dua tahun karena menjalani proses hukum.
Dia berharap, proses hukum yang dijalani ini dapat menjadi contoh bagi seluruh masyarakat NTT untuk selalu patuh pada aturan hukum yang berlaku.
“Mulai hari ini juga saya bertugas, tetapi hal yang paling penting bahwa, proses yang dijalani ini harus menjadi contoh bagi kita semua,” katanya.
Hadir pada penyerahan surat keputusan dari Menteri Dalam Negeri itu, Bupati Kupang, Ibrahim Agustunus Medah serta sejumlah pejabat di Kabupaten Kupang. antara

Benyamin Balukh: Birokrasi di NTT Amburadul

Laporan Iwan Balla
Penataan birokrasi di NTT saat ini masih amburadul, bukan hanya di NTT daerah lain juga demikian. Hal tersebut dikarenakan dalam tubuh birokrasi masih menganut paham Patrialistik sehingga apa yang dikatakan atau yang diputuskan oleh pemimpin harus dapat dilaksanakan pada seluruh tatanan pemerintahan.
“Saya kira saudara-saudara sudah lebih merasakan bahwa birokrasi kita amburadul, itu bukan hanya di sini dimana-mana juga demikian dan kalau kita lihat birokrasi kita tidak terlepas dari KKN untuk bisa masuk kesana dan kalau kita masuk kedalam hal itu,maka akan sulit sekali untuk merubah wajah NTT ini,”Demikian Mayjend (Purn) Benyamin Balukh, SE yang juga sebagai bakal calon Gubernur periode 2008-2013 dalam jumpa pers usai mengikuti acara Talk Show yang bertempat di Radio Republik Indonesia (RRI) didampingi Usman Gumantik Abubakar, SE sebagai bakal calon Wakil Gubernur NTT yang lebih dikenal paket “BIJAK”.

Benyamin menjelaskan, jika pada waktunya telah resmi menyatakan untuk maju dalam ajang Pilkada NTT, telah menyiapkan program yang sangat ketat untuk mereformasi permasalahan tatanan birokrasi.“10 tahun yang lalu dirinya pernah mengangkat tindakan korupsi dalam tubuh birokrasi, memang pada waktu itusaya sempat mendapat tantangan dari teman-teman yang ada di sini.
Mereka memang sangat tidak menginginkan adanya orang-orang seperti saya berada dipemerintahan,tapi kalau kita tidak mau bertindak ini akan sangat berat bagi wajah NTT,” jelas Beny.Hingga saat ini paket “BIJAK” belum menyatakan siap untuk maju dalam ajang Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur NTT periode 2008-2013, namun dari acara talk show tersebut aspirasi dari para undangan dan pemirsa menginginkan agar paket “BIJAK” maju dalam pilkada ini.
Dalam pemaparan Visi dan Misi kedua calon tersebut dengan Visi “Transformasi NTT mewujudkan masyarakat beradab yang sejahtera,mandiri, setara dan adil” dan Misi Transformasi ekonomi yang berbasis kelautan, Transformasi pertanian untuk mewujudkan swasembada pangan, Transformasi pendidikan dan kesehatan,Transformasi politik demokrasi dan desentralistik dan Transformasi pemerintahan yang bersih dan professional.
Dengan dilandasi kesadaran atas dasar panggilan hati nurani untuk mengabdi bagi daerah dan rakyat NTT dan juga dilandasi oleh prinsip-prinsip yang mengacu pada pandangan rasionalitas sekaligus sentimentil serta moral atas apa yang telah, sedang dan akan terjadi dibumi Flobamora.
Sebagai seorang purnawiran TNI tentu saja Beny memiliki sikap disiplin yang tinggi, jika hal ini dapat diterapkan pada tatanan birokrasi maka sudah tentu KKN yang selama ini terjadi dapat diberantas sampai pada akar-akarnya, dengan kata lain sudah saatnya orang militer memegang kembali pimpinan di tanah flobamora tercinta ini.

Pemerintah Lembata Tetap Buka Diri Bagi Investasi Tambang

Lembata, Demos NTT Online - Pemerintah Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT), menyatakan tekad untuk tetap membuka diri bagi investor yang akan melakukan investasi tambang tembaga dan emas di Lembata.
Bagi pemerintah, hal yang paling penting langkah yang diambil pemerintah itu untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat daerah dan tidak merugikan orang lain, kata Bupati Lembata, Drs. Andreas Duli Manuk, di Lembata, Senin.
Dia mengemukakan hal itu menjawab wartawan perihal kontroversi seputar rencana usaha investasi tambang emas dan tembaga yang dilakukan oleh Grup Merukh Enterprises Jakarta melalui anak perusahaannya, PT Merukh Lembata Copper di Lembata.
“Kami tetap jalan. Pada prinsipnya kami menerima rencana investasi tambang di daerah ini sepanjang tidak merugikan orang lain,” kata Bupati yang didampingi Wakil Bupati Lembata, Andreas Liliweri.
Menurut dia, pemerintah tidak pernah merampas hak orang lain, dan sepanjang seluruh proses investasi itu berada dalam tataran aturan maka reaksi apapun yang disampaikan tidak akan mengubah keputusan pemerintah.
Dalam hubungan dengan rencana investasi di Lembata, semua pihak harus melihat dari sisi positifnya karena perusahan akan membangun infrastruktur jalan, dermaga dan juga air bersih.
Selain itu, akan berdampak pada seluruh sektor kehidupan di wilayah itu dan pada gilirannya akan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat Lembata.
Menurut dia, bahwa ada sisi negatifnya memang harus diakui, karena setiap investasi harus ada diantara kita yang dikorbankan.
Dalam pembukaan jalan baru misalnya, harus ada warga yang menjadi korban karena kebun atau tanaman mereka rusak. “Itu namanya sisi negatifnya, jadi tidak hanya ada sisi positifnya saja, tetapi harus dijalani,” katanya.
Belum tentu
Bupati menambahkan, rencana investasi tambang tembaga dan emas di Lembata belum tentu jadi karena tergantung hasil studi kelayakan.
“Jadi masih ada tahapan-tahapan yang harus dijalani sebelum dilakukan investasi. Jadi belum tentu investasinya dilakukan di Lembata,” katanya.
Karena itu, tidak ada manfaatnya kalau masyarakat terus dipengaruhi untuk menolak rencana investasi tambang tembaga dan emas di Lembata, katanya. (dikutip dari NTT Online 7/4/2008)

BPK Perlu Audit Keuangan Calon Kepala Daerah

Kupang, Demos NTT Online - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perlu melakukan audit terhadap keuangan para pejabat di daerah yang menjadi calon kepala daerah untuk mencegah penyimpangan penggunaan keuangan negara saat menjalankan tugas pemerintahan dengan memboncengi kegiatan-kegiatan politik partai.
Demikian dikemukakan pengamat politik, DR Chris Boro Tokan SH.MH di Kupang, Rabu, berkaitan dengan peringatan Indonesian Coruption Watch (ICW) kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar dalam memberikan izin kepada para menteri untuk berkampanye pada pemilu legislatif harus ada batas-batasnya agar tidak merugikan keuangan negara.
Peringatan ICW tersebut, kata Boro Tokan yang juga dosen hukum dan perubahan sosial program pasca sarjana Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, cukup relevan dengan proses pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang melibatkan pejabat negara di daerah sebagai calon kepala daerah.
Dalam hubungan dengan tugas-tugas negara, kata dia, para elit politik di daerah yang menjadi calon dalam proses pilkada tidak dapat terhindarkan memboncengi kegiatan-kegiatan politik partai dengan kegiatan pemerintahan yang tentunya menggunakan keuangan negara.
“Ini indikasi kuat terjadinya KKN. Karena itu, BPK perlu mengaudit setiap biaya perjalanan kaum elit politik dalam posisinya sebagai pejabat negara dalam melakukan tugas-tugas pelayanan publik yang serentak pula dengan kegiatan jika menjadi calon kepala daerah dalam proses pilkada.
Boro Tokan yang juga mantan Sekjen Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) periode 1985-1998 ini menambahkan, dalam revisi terbatas UU No.32 tahun 2004 telah berusaha meminimalisir kerugian negara, melalui pelepasan jabatan sebagai kepala daerah pada saat mendaftar paket calon di KPUD.
Hanya, yang menjadi persoalan di sini, ujarnya, sebelum mendaftar di KPUD, pejabat yang bersangkutan dalam kapasitas sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah serta sebagai pimpinan dewan melakukan kegiatan politik sosialisasi diri sebagai calon dengan menyatukan kegiatan politik partai dalam tugas-tugas pemerintahan.
“Ini tindakan memanipulasi kegiatan pelayanan umum dalam tugas-tugas pemerintahan dengan kegiatan politik partai karena posisinya sebagai pejabat negara. Posisi mereka sulit untuk dibedakan, apakah sebagai pejabat negara atau pimpinan partai,” katanya.
Di sini lain, menurutnya, juga menjerumuskan oknum PNS yang turut serta dalam rombongan untuk terlibat langsung dalam kegiatan politik praktis dengan mempertontonkan paradoks pendidikan politik kepada masyarakat.
Paradoks pendidikan politik tersebut, lanjutnya, adalah pertentangan antara kegiatan politik praktis partai dengan kegiatan pelayanan pemerintahan, para PNS yang dilarang berpolitik praktis tetapi kenyataannya tampil dalam simbol PNS bersama pejabat negara yang juga elite partai melakukan kegiatan-kegiatan politik praktis.
Ia menambahkan, paradoks politik ini sedang terjadi di daerah-daerah yang tengah dalam proses pilkada sehingga menimbulkan semacam ketidakadilan politik yang dirasakan masyarakat bagi calon-calon atau kandidat yang lain dalam posisinya tidak sebagai pejabat negara.
Oleh karena itu, apabila ada kecurangan dalam proses pilkada yang dilakukan oleh KPUD, terindikasi mendukung dan memenangkan calon-calon ‘paradoks politik’ walau sering mengundang protes dan demonstrasi publik, katanya.
Demi keadilan politik, pertimbangan efisiensi dan efektifitas, kata Boro Tokan, sebaiknya proses pilkada yang sedang terjadi di daerah-daerah di seluruh Indonesia, termasuk juga di Nusa Tenggara Timur (NTT), sebaiknya diundur ke bulan Oktober seperti wacana yang sedang berkembang saat ini.Menurut dia, hal ini untuk membuktikan kejujuran nurani DPR dan Presiden SBY dalam menghormati aspirasi rakyat melalui revisi terbatas UU No.32/2004 yang telah ditetapkan dalam sidang paripurna DPR-RI pada 1 April 2008, apalagi KPU juga masih menunggu revisi PP No.6 Tahun 2005 dari Menteri Dalam Negeri. (dikutip dari NTT Online 9/4/2008 )

Rabu, 09 April 2008

Pius Rengka Ajak Aktivis Prodem Dukung Harman

Kupang, Simpul Demokrasi NTT Online
Anggota DPRD NTT dari PKPI, Pius Rengka, SH mengajak seluruh komponen aktivis pro demokrasi di Propinsi Nusa Tenggara Timur untuk merapatkan barisan guna mendukung calon gubernur NTT periode 2008-2013 yang diyakini mampu memberantas praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Pasalnya, diyakini bahwa kemiskinan masyarakat NTT disebabkan oleh masih kuatnya praktek KKN dalam tubuh birokrasi.
“Kepada seluruh actor prodem: diingatkan untuk merapatkan barisan untuk memenangkan paket calon gubernur dan wakil gubernur atas nama Dr.Beni K.Harman dan Alfred Kase,” tandas Rengka melalui sms kepada Simpul Demokrasi NTT Online, Selasa (8/4).
Harman adalah anggota DPR RI dari PKPI. Sedangkan Alfred Kase saat ini masih menjabat sebagai Sekretaris Daerah Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). Duet Harman – Kase alias HARKAT diyakini memiliki kapasitas dan integritas pribadi yang mampu memberantas KKN di NTT.
HARKAT dikabarkan mendapat dukungan dari PPDI (4 kursi), Demokrat (2), PPD (1), PPP (1), PPDK (1). Dengan kekuatan sembilan kursi di DPRD NTT, koalisi lima parpol tersebut sudah berhak mendaftarkan paket HARKAT ke KPUD NTT.
Informasi yang diperoleh Simpul Demokrasi NTT Online menyebutkan bahwa paket ini akan didaftarkan oleh koalisi partai pada tanggal10 April mendatang. “Kami sudah menghubungi seluruh pimpinan partai koalisi untuk mendaftar pasangan calon pada tanggal 10 April,” jelas seorang pentolan dari Partai Demokrat.
Sebetulnya, paket berencana melakukan deklarasi pada tanggal 6 April lalu. Hanya saja, mereka masih harus menanti keputusan DPP PKPI dan DPP PKB. Pasalnya, HARKAT juga mendapat dukungan yang signifikan dari kedua parpol tersebut. Sehingga mereka tidak ingin mendahului DPP kedua parpol tersebut. (fre)

KPRL: Bupati Lembata Jangan Berbohong

Lewoleba, Simpul Demokrasi NTT Online
Koordinator Koalisi Perlawanan Rakyat Lembata (KPRL),Yohanes Boro meminta Bupati Lembata Drs.Andreas Duli Manuk untuk lebih jujur dalam memberikan informasi kepada publik. Hal ini disampaikan berkaitan dengan pemberitaan seputar masalah rencana investasi penambangan di Kabupaten Lembata.
“Bupati jangan merasa bahwa penyerahan tanah oleh sejumlah oknum yang mengaku sebagai pemegang hak ulayat itu sudah selesai. Mereka bukanlah pemegang ulayat.Dan itu sudah disampaikan oleh para tokoh masyarakat Benihading Leupitu, Kedang kepada Pemkab dan DPRD Lembata,” tandas Boro, kepada Simpul Demokrasi NTT Online, di Lewoleba, Selasa (8/4).
Menurut Boro, pernyataan Bupati Manuk yang mengklaim masalah tanah yang akan menjadi lokasi penambang sudah selesai sangat tidak beralasan.”Saya kira, seluruh masyarakat Lembata sudah tahu bahwa tanah itu masih bermasalah. Tuan tanah tidak mau menyerahkan tanahnya. Mereka yang menyerahkan tanah sedang dalam posisi terancam. Pak Bupati jangan menutup mata terhadap kenyataan adanya ancaman konflik di lapangan,” ujarnya, berharap.
Sebagaimana diketahui, warga dari lima suku yang mengaku sebagai pemegang hak ulayat Tuamado, telah menyerahkan hamparan tanah yang menjadi titik utama lokasi pertambangan tembaga dan emas di Kabupaten Lembata.
Lima suku pemegang hak tanah ulayat itu adalah Suku Potiretu, Leo Ara, pemegang hak ulayat Suku Lodo Lelang; Andreas Abe, Suku Tuamado, Benediktus Telu; Suku Lelangrian, Abdulah Benu; Suku Laa Wayang, Sadi Lari dan Suku Watang Walang, Kornelis Kopaq, kata Bupati Lembata, Drs. Andreas Duli Manuk, di Lembata, Jumat.
Ia mengemukakan pandangan itu terkait masalah tanah ulayat yang menjadi lokasi utama rencana tambang tembaga dan emas di Lembata yang disuarakan berbagai komponen masyarakat daerah itu.
“Soal lokasi yang dipersoalkan selama ini sudah tidak bermasalah. Sudah ada penyerahan secara sukarela dari para pemilik hak ulayat,” kata Bupati Manuk seperti dikutip LKBN Antara.
Lokasi Wae Puhe dan Bean, menurut data-data penyidikan umum, data ilmiah yang dihasilkan foto satelit dan eksplorasi yang telah dilakukan, merupakan kawasan deposit emas dan tembaga terbesar di Pulau Lembata. Kandungan itu telah diketahui sejak zaman penjajahan Belanda.
Kawasan Wae Puhe terletak di bagian barat dikenal dengan “gold ridge”, sedangkan kawasan Bean disebut “coper ridge” karena ditemukan bukit yang mengandung mineral tembaga.
Bupati menambahkan, sudah ada kesepakatan pula antara pemilik hak ulayat, pemerintah daerah dan investor tentang memberian ganti rugi yang layak kepada para pemilik tanah.
“Ada hak kepemilikan perorangan dalam lokasi maupun di sekitar tambang. Itu juga sudah dibicarakan mengenai pemberian ganti rugi yang layak sesuai dengan kesepakatan,” katanya.
Tentang sikap warga, ia mengatakan para pemegang hak ulayat telah menyatakan sikap untuk berada dalam posisi netral, tidak ingin mempersoalkan kehadiran tambang tembaga di Lembata.
Saat ini rencana investasi tambang di Lembata masih dalam tahapan awal dan belum sampai pada tahap eksploitasi. Karena itu, jika ada pandangan yang menyebutkan bahwa pemerintah telah menjual Lembata kepada investor adalah hal yang tidak benar, kata Bupati Lembata.
Mengomentari pernyataan Bupati Manuk itu, koordinator KPRL mengaku prihatin. “Apa yang dikatakan Bupati Manuk merupakan tindakan yang patut disesalkan karena dapat memicu konflik di lapangan. Saya berharap agar pak Bupati tidak mengelak dari tanggungjawab jika benar-benar terjadi konflik karena pernyataannya itu,” tegasnya, mengingatkan.
Dikatakan, segenap warga Benihading Leupitu telah menggelar Musyawarah Luar Biasa untuk membahas sikap oknum warga Tuamado. Mubes tersebut sekaligus meredam emosi warga untuk tidak bertindak anarkhis terhadap para oknum yang secara sepihak menyerahkan tanah kepada Pemkab Lembata. “Kabarnya ada warga Tuamado yang ketakutan dan terpaksa mengungsi dari Tuamado. Ini harus diantisipasi secara dini, dan Bupati jangan lagi perkeruh keadaan,” tandas Boro. (fre)

DR. Frans Rengka, SH, MH: Saya tidak Yakin Medah Mampu Berantas Korupsi

Penyidikan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan kapal ikan di Kabupaten Kupang tahun 2002 penuh kontroversi. Bupati Ibrahim Agustinus Medah yang belum diperiksa sempat ditetapkan sebagai tersangka. Uniknya, penyidik polisi kemudian menghentikan penyidikan dengan alasan tidak cukup bukti. Maka, Medah pun melaju jadi calon Gubernur NTT 2008-2013 dari Partai Golkar. Yang jadi pertanyaan, mampukah Medah memberantas korupsi jika terpilih jadi Gubernur NTT?
Kepada wartawan Demos NTT Online, Efri Ofong, pakar hukum DR. Frans Rengka, SH, MH, mengaku tidak yakin Medah punya kemampuan untuk itu. Dosen Fakultas Hukum Universitas Katolik Widya Mandira Kupang yang ditemui di ruang kerjanya, Rabu (3/4) melihat banyak kejanggalan dalam kasus yang menimpa Medah. Berikut petikan wawancaranya”

Bagaimana Anda melihat penanganan kasus korupsi oleh keplisian dan kejaksaan di NTT, terutama sejumlah kasus korupsi di Kabupaten Kupang, misalnya kasus pengadaan kapal ikan, dan kasus jati Amfoang yang sudah sangat lama tapi belum tuntas juga?
Kasus-kasus yang disebutkan itu kebanyakan berhubungan dengan pejabat-pejabat penting atau penguasa. Pada umumnya dalam konteks NTT, hampir dipastikan kasus-kasus yang melibatkan pejabat-pejabat, terutama kasus korupsi itu, selalu mandek di tengah jalan. Artinya, kasus tersebut tidak pernah tuntas. Kalau tidak di tingkat penyidikan kepolisian atau di tingkat kejaksaan, kalaupun sampai di tingkat pengadilan, keputusan nantinya juga bebas.
Memang menarik logika hukum yang dibangun oleh aparat hukum. Seperti SP3 kasus Pak Medah yang katanya tidak cukup bukti. Tetapi bagi saya, pernyataan penyidik yang seperti itu menarik. Kenapa? Karena ketika seseorang dinyatakan sebagai tersangka, itu kan mestinya ada bukti-bukti awal yang cukup kuat yang membuat aparat hukum memasukkan dia dalam kategori tersangka kalau diperiksa. Tetapi yang saya baca dari beberapa media itu kan Pak Medah belum pernah diperiksa. Bagaimana logika hukum? Kan tidak jalan. Bagaimana mungkin seseorang dinyatakan di-SP3 tetapi belum pernah diperiksa? Tidak masuk akal. Iya kan?
Itu khusus kasus Pak Medah. Kalau secara umum saya pikir kasus korupsi yang melibatkan para pejabat itu jarang sekali diselesaikan sampai tuntas. Sebabnya kita perlu cari tahu, tetapi yang muncul di media massa misalnya, pertama, bukti kurang. Apa benar? Kenapa kasus serupa yang menimpa pejabat di tempat lain yang disidik oleh KPK misalnya, kog bisa jalan? Kalau kita mengambil perbandingan itu saja kan aneh. Kalau KPK yang lakukan penyidikan itu bisa gitu. Orang bisa dihukum meskipun dia pejabat. Mengapa di Kupang seperti ini? Saya tidak tahu. Mungkin benar seperti apa yang dikatakan Pak Benny Harman, ”kasus korupsi itu menjadi ladang untuk mendapatkan duit”. Karena mereka punya uang, lalu dicarilah alasan hukum yang kelihatannya logis. Tetapi, itu bisa saja kalau dicari tahu sebenarnya tidak logis juga. Seperti kasus Pak Medah yang sudah ditetapkan sebagai tersangka. Itu lebih menarik lagi. Belum pernah diperiksa tapi sudah di-SP3, itu kan ganjil. Coba dilihat kasus ini dulu (kapal ikan-Red).
Kalau untuk orang hukum, lebih ganjil lagi karena, bagaimana anda bisa buat keputusan menyatakan sesuatu tetapi belum pernah diperiksa. Darimana itu? Kesimpulan macam apa itu? Ini melawan hukum logika. Iya kan?
Jangan kan logika hukum, logika biasa pun, masak dia belum diperiksa kog sudah dibuat kesimpulan bahwa dia tidak bersalah. Bukan tidak mungkin kedepan nanti kasus-kasus yang lain nasibnya serupa. Alasan dicari-cari karena itu instrumen yang digunakan oleh aparat hukum, misalkan bukti kurang, bukti tidak memadai, SP3, sehingga tidak bisa diteruskan. Itu memang logis sebagai daftar hukum. Kalau hemat saya, aparat hukum tidak serius dan tidak komit untuk memberantas korupsi. Mengapa? Kita tidak tahu. Ada banyak faktor. Ini perlu kita periksa. Mungkin membutuhkan studi ilmiah yang memakan waktu. Tetapi masyarakat perlu diinformasikan. Kalau begitu, bagaimana kalau pejabat sendiri yang terlibat itu tidak diproses secara hukum itu nantinya bagaimana dengan penegakan kasus korupsi di NTT ini bisa berjalan? Kan sulit.

Siapa sesungguhnya yang bertanggungjawab atas keluarnya keputusan untuk melakukan penebangan dalam kawasan hutan Amfoang?
Kalau dilihat soal tanggungjawab, maka bupati paling atas. Dinas itu kan sebuah instansi yang khusus menangani bidang tertentu. Misalkan, kehutanan. Tetapi kan tetap di bawah koordinasi bupati. Pertanyaannya sederhana, semestinya apakah keputusan kepala dinas itu tidak di bawah koordinasi atau tidak diberitahukan ke bupati? Itu kan tidak mungkin. Nah kalau yang mengeluarkan izin Kepala Dinas maka Bupati tahu. Dan mestinya bupati harus mengecek, apakah keputusan yang dibuat Kepala Dinas itu menyalahi aturan tau tidak? Sehingga tanggungjawab itu tidak bisa dilimpahkan atau diserahkan kepada dinas saja. Kalau putusan itu melanggar aturan, logika birokrasinya kan Bupati mesti turut bertanggungjawab. Sama juga kan dengan kasus kapal ikan. Bupati kan penanggungjawab akhir. Kalau dalam aturan hukum ada penanggungjawab absolut responsibility.
Jadi seorang pejabat yang meskipun tidak melakukannya tetapi karena ini anak buahnya, ia melakukan dan itu ada di bawah domain kerja dia, maka dia juga harus bertanggungjawab. Jadi banyak kali aparat hukum kita yang pandangan hukum mereka terlalu terbatas, sangat terbatas. Sebenarnya dalam hukum itu ada banyak prisip-prinsip hukum yang mungkin mereka belum tahu ataukah mereka pura-pura tidak tahu. Tapi sebenarnya itu ada. Birokrasi itu kan ada controling. Jadi kalau dibuat planning, maka pasti ada pengawasan.

Dalam kasus pengadaan kapal ikan, Bupati Kupang sempat ditetapkan jadi tersangka, tapi diprotes oleh kubu Medah karena bupati Medah belum pernah diperiksa oleh penyidik polisi. Apakah tersangka bisa ditetapkan sebelum dimintai keterangan?
Ya.. itu juga menarik sebenarnya kalau dia belum diperiksa sudah ditetapkan sebagai tersangka. Atas dasar apa sebetulnya penyidik menetapkan seorang Medah itu sebagai terangka? Apakah atas dasar pemeriksaan terhadap saksi-saksi yang lain? Kalau saksi-saksi lain maka Medah juga mestinya diperiksa atau dikonfirmasi lagi secara silang. Jadi keterangan si A yang menyatakan saya bersalah itu kan harus dicross ke saya juga. Tidak mungkin saya percaya begitu saja. Aneh kan kalau Medah belum diperiksa sudah ditetapkan sebagai tersangka. Sekalipun ada indikasi kuat dia terlibat atau dia bersalah berdasarkan hak pemeriksaan terhadap beberapa tersangka yang lain yang menyebut nama Pak Medah secara eksplisit. Tetapi kan keterangan-keterangan itu tidak bisa menjadi patokan. Dalam hukum itu sendiri, praktek itu yang parah dan repot. Mereka mengerti seperti apa? Dari hukum itu sendiri kan harus ada rechek kepada yang bersangkutan bahwa sejauhmana Anda terlibat dalam kasus ini dan juga bagaimana tanggungjawab Anda dalam kasus ini.
Nah ini yang saya bilang penyidik kurang cerdas. Jadi memang hukum itu seringkali apa yang tertulis dan apa yang dipraktekkan di lapangan itu ada gap. Gap itu karena aparaturnya tidak cukup memahami istilah yang digunakan dalam hukum. Mereka menggunakan istilah-istilah itu sekedar karena sudah disebutkan oleh ahli hukum jadi mereka juga menggunakannya. Tetapi apa makna dan konsekwensi dari istilah-istilah itu mereka sendiri lupa. Misalnya apa arti dia disebut sebagai tersangka, kan artinya ada bukti-bukti kuat yang cukup sehingga dia bisa dikategorikan sebagai tersangka. Itu yang bagi saya tidak logis. Sudah tersangka, di-SP3-kan, apalagi belum pernah diperiksa.
Ketika mereka menyatakan perkaranya Pak Medah itu di-SP3-kan padahal Pak Medah belum pernah diperiksa. Atas dasar apa itu? Dan hal seperti ini Pak Medah sendiri bisa melakukan tuntutan kepada aparat hukum karena telah mengumumkan kepada publik bahwa saya adalah tersangka. Itu kan sama dengan pencemaran nama baik. Tersangka dalam pidana hukum berat. Kalau sebagai saksi itu masih ringan.

Belakangan status Medah ”dibersihkan” dari kasus kapal ikan dengan dikeluarkan SP3. Menurut Anda apakah ada kekuatan politik yang menggangu proses penyidikan itu?
Saya tidak berani membuat kesimpulan. Tetapi apa yang sementara diperjuangkan oleh asosiasi pengacara ini sebenarnya mau meluruskan kembali apa yang sudah dikerjakan oleh penyidik. Jadi mereka jangan bermain-main dengan hukum. SP3 itu memang sebuah istilah yang lazim dalam penyidikan. Artinya, kalau ternyata dalam penyidikan tidak ditemukan bukti-bukti yang cukup maka orang-orang tersebut tidak perlu diteruskan proses hukumnya. Tetapi saya tidak terlalu yakin, ada banyak hal yang tidak masuk akal. Belum diperiksa sudah ditetapkan sebagai tersangka, belum diperiksa sudah di-SP3. Saya tidak tahu aparat kepolisian ini senang sekali menggunakan istilah-istilah, tetapi apakah mereka sendiri mengerti tidak implikasi hukum. Ini kan merusak citra kepolisian itu sendiri.
Ya... mungkin mereka tidak bermaksud demikian. Apalagi belum ada izin dari presiden, itu tambah rumit dan gawat. Jadi ada banyak prinsip hukum yang dilanggar dengan ketentuan undang-undang yang mengatakan bahwa seorang pejabat yang mau diperiksa harus ada izin dari presiden. Itu juga salah. Bagi kami yang belajar hukum di universitas, itu salah. Bahwa prakteknya ada undang-undang, betul. Ada yang mengatakan bahwa ada aturanya, betul. Tapi aturan itu yang sebenarnya salah. Kan ada asas lain yang mengatakan bahwa semua orang sama didepan hukum. Itu asas.
Bagi saya ada dua hal. Pertama, ada intervensi eksekutif di dalam masalah yudisial itu tidak benar. Saya tidak tahu apakah hal ini anggota legislatif tahu atau tidak. Itu kan ngawur. Masak... urusan peradilan diintervensi oleh presiden. Jadi banyak hal yang perlu dikritik.

Bagaimana Anda melihat kinerja aparat hukum di NTT?
Kalau lihat soal kinerja maka kita harus melihat seberapa banyak kasus yang diproses secara hukum. Kalau itu yang menjadi ukuran maka buruk kinerja aparat hukum. Karena, banyak kasus korupsi yang tidak ada penyelesaianya. Kan tugas polisi seberapa banyak, kusus kasus korupsi yang diproses secara hukum.begitu juga berapa kasus dari jaksa ke pengadilan, kemudian di pengadilan, untuk mengetahui kinerja pengadilan (hakim) seberapa banyak kasus korupsi yang diproses secara hukum? Dan untuk pihak kejaksaan, berapa kasus pidana dalam hal kasus korupsi yang dituntut oleh jaksa di pengadilan. Di NTT inikan, kita bisa hitung, kecil sekali apalagi kasus-kasus yang melibatkan para pejabat. Jadi hal ini sebenarnya aparat hukum sedang mempertontonkan kepada publik, performance yang buruk. Kan itu ukurannya kaku. Kita bisa bicara soal kinerja aparat. Pertama, berapa kasus yang diungkap oleh polisi? Kedua, berapa kasus pidana yang dituntut oleh jaksa. Ketiga, berapa kasus korupsi yang dijatuhkan pidana untuk hakim di pengadilan? Itu baru bagus.

Apakah Anda yakin Medah mampu memberantas KKN di NTT?
Asumsinya begini. Kalau orang itu mulai dengan masalah, maka saya pikir sulit juga. Apalagi masalah yang dituduhkan kepadanya itu adalah masalah yang justru menjadi tugas beliau nanti. Saya tidak terlalu yakin kalau I.A. Medah punya kemampuan untuk memberantas korupsi di tubuhnya sendiri (birokrasi). Kejahatan yang paling parah itu ada dalam birokrasi. Karena mereka menggunakan uang negara. Jadi dari segi ini, saya pikir, ada kandidat lain yang lebih prospektif dari segi ini saja (korupsi).(*)

Selasa, 08 April 2008

Ir. Sarah Leri Mboeik: ”Jika Beni Harman Tidak Lolos, Saya Pilih Medah”


Siapakah figur calon gubernur NTT periode 2008-2013 yang anti korupsi? Menurut Direktris PIAR NTT, Ir. Sarah Leri Mboeik, orangnya adalah Dr. Benny K. Harman, SH,MH. Tapi, jika Benny tidak lolos dari pintu gabungan partai politik, ia condong memilih Drs. Ibrahim Agustinus Medah yang dicalonkan Partai Golkar NTT. Koq?
Ikuti nukilan wawancara wartawan DEMOS NTT Online, Lembo dan Wim Kedang dengan Leri Mboeik, berikut ini:

Bagaimana Anda melihat penanganan kasus korupsi oleh kepolisian dan kejaksaan di NTT, terutama sejumlah kasus dugaan korupsi di Kabupaten Kupang, misalnya kasus pengadaan kapal ikan dan kasus jati Amfoang yang sudah sangat lama tapi belum juga tuntas?
Pada dasarnya saya tidak terlalu setuju juga dengan status misalnya tersangka karena itu melanggar hak asasi orang lain. Misalnya, dulu kasus tersangka yang dibebankan kepada Pak Piet Tallo. Iya kan? Ternyata Pak Piet Tallo tidak bermain disitu, yang bermain kan ada orang lain yang sampai sekarang tidak pernah ditelusuri. Begitu pula kasus Medah --dalam artian yang mau saya garis bawahi disini adalah-- sebaiknya mempercepat proses hukum dengan mengatakan orang bersalah atau tidak daripada menggantung-gantung itu. Saya tidak terlalu setuju. Oke saya mendorong penegakan hukum itu terjadi tetapi bukan berarti itu berlarut-larut seperti orang bikin ATM. Dengan mempercepat orang itu sebagai terdakwa atau mempercepat SP3, itu saya pikir lebih baik. Anda mau selama hidup Anda ditetapkan sebagai tersangka? Terus begitu?
Itu kan menghambat ruang gerak. Karena kecenderungan penanganan kasus di NTT ini sampai berulang tahun dan akhirnya disorting sebagai kasus politik jadinya. Bayangkan kasus pak Medah itu sudah berapa tahun? Ketika ada moment Pilkada ini barulah mulai diungkap-ungkap ke publik. Itu yang harus dipisahkan antara kasus politik hukum dan hukum politik. Jadi jangan dibebankan seperti itu. Kenapa begini lama kok tidak injak misalnya. Saat moment begini baru diangkat-angkat dan hantam. Saya juga bisa bikin contoh, kasus sarkes yang selama ini tidak pernah diomong-omong padahal kasus sarkes ini kan kalau kita selidiki aliran uang lari kemana? Kan tidak pernah dikritisi. Yang jadi korban adalah Piet Tallo, yang korban Yani Mboeik, yang korban orang lain. Padahal coba lihat, siapa yang untung dalam kasus ini? Saya minta pihak kejaksaan untuk segera menuntaskan kasus ini karena saya tahu ada back up politik orang tertentu disitu.
Nah, untuk kasus Kabupaten Kupang ini saya melihat semua orang mulai mengaitkan dengan isu politik ketika sudah begini (memasuki momen pemilu gubernur dan wakil gubernur NTT-Red). Jujur saya tidak setuju.
Yang saya setuju adalah bagaimana mempercepat status seseorang dari kasus hukum itu. Karena misalnya 10 tahun kita menetapkan seseorang menjadi tersangka itu kan sangat berdosa. Kan masih ada peluang hukum lain misalkan praperadilan, tetapi yang terpenting adalah bagaimana mempercepat dan menetapkan status seseorang. Itu hak seseorang untuk mendapat status yang jelas. Jangan setiap kali tersangka, giliran rakyat ribut mulai kembali diangkat. Rakyat diam, kita pun diam.

Belakangan status Medah dibersihkan dari kasus kapal ikan dengan keluarnya SP3. Menurut Anda, apakah ada kekuatan politik yang mengganggu proses penyidikan itu?
Makanya saya bilang.... saya paling tidak setuju kasus-kasus hukum dibalik politik hukum atau hukum politik. Kalau hukum ya hukum. Politik jangan dikaitkan seperti itu. Tetapi memang banyak kali kaku. Kita lihat yang memproduksi hukum ini kan DPR. DPR ini kan dari partai politik juga. Dan pada akhirnya, penegakan hukum juga ada intervensi ke arah situ. Terlepas dari kasus Medah ataukah bukan kasus Medah, saya pikir semuanya sama.
Kenapa anggota dewan itu tidak punya akses terhadap hukum? Karena dia tidak mempunyai back up politik yang kuat. Kalau dia punya back up politik juga dibebas’in. Buktinya, kasus judi yang terjadi di Kota Kupang yang melibatkan kalangan pejabat politik Kota Kupang kan tidak pernah ditindaklanjuti. Malah Agus Nugroho yang saat itu menjabat sebagai Kapolresta dipindahkan ke Polda NTT. Kan kasihan. Sudah ditangkap setengah mati oleh Agus Nugroho tapi tidak bisa dilanjutkan. Dan, Agus Nugroho tidak bisa berbuat apa-apa dengan kasus ini.
Jadi bukan hanya pak Medah sebagai ketua DPD I Golkar yang mau bertarung dalam Pemilu Gubernur-Wagub ini sehingga kita menyoroti dia dari satu sisi saja. Disini bukan saya membela Medah, tapi sistem hukum ini ternyata pilih bulu. Kenapa kasus pejabat-pejabat publik tidak pernah ditangani secara baik? Kenapa pejabat-pejabat tidak pernah ditarik-tarik? Saya tidak mau melihat kasus per kasus, tetapi saya mau melihat ini suatu sistem penegakan hukum di NTT. Mari kita melihat satu siklus penegakan hukum di NTT yang lebih utuh. Itu yang ingin saya tegaskan disini.

Apakah Anda yakin Medah mampu memberantas KKN di NTT?
Itu yang masalah. Sekarang yang perlu kita lakukan bersama adalah menguatkan konstituen (daerah dampingan) agar mereka lebih kritis. Saya pikir ada yang lebih munafik dan parah. Mendingan Medah, lebih jujur. Bukan saya membela Medah, tapi dia lebih jujur. Dia masih lebih baik daripada yang lain. Yang lain munafik karena back up politik yang kuat, tapi ternyata lebih buruk dari Medah.
Kalau soal figur pilihan saya, saya lebih memilih Beni Harman ketimbang yang lain. Karena dia anti korupsi. Tetapi kalau Beni Harman tidak lolos dari pintu gabungan, maka sebaiknya saya pilih Medah. Kenapa? Karena inovasi yang dibuat di Kabupaten Kupang. Yang lain apa? Menjadi Wakil Gubernur selama lima tahun apa nilai lebih yang dibuat olehnya? Kita melihat dari sisi positif saja dan memberikan apresiasi. Oke di suatu sisi ada kelemahan sebagai manusia, tetapi kita perlu memilih yang realistis. Itu pesan terakhir saya pada rakyat.
Dan, juga harus mengutamakan nilai-nilai universal. Jangan kita pilih orang yang bilang tidak punya kasus, tetapi ternyata di belakang punya kasus parah, tetapi karena di-back up kekuatan politik maka dia lolos. (*)

Senin, 07 April 2008

Pemda Ngada Surati Gubernur - Terkait Perbatasan

Bajawa, Flores Pos.

Menanggapi surat dari Gubernur NTT tertanggal 30 Juli 2007 yang menegaskan bahwa supaya penyelesaian masalah perbatasan kabupaten Ngada dan kabupaten Manggarai dilakukan pada bulan Agustus, maka Pemda Ngada mengingatkan Gubernur bahwa bulan Agustus hampir berakhir. Masyarakat kabupaten Ngada di perbatasan masih menunggu kedatangan Gubernur.

Dijelaskan dalam surat yang ditandatangani Sekda Ngada Simon David Bolla dan kopinya diterima Flores Pos dari Kabag Humas Yuliana Lamuri, Sabtu (25/8), bahwa bupati Ngada Piet Jos Nuwa Wea di desa Rua kecamatan Riung Barat dan di desa Sambinasi pada 14 Agustus menyampaikan bahwa penyelesaian batas kedua kabupaten ini difasilitasi pemerintah provinsi NTT dalam bulan Agustus. Hal ini sesuai surat gubernur tertanggal 30 Juli 2007 nomor :Pem.135/42/2007. (sumber Flores Pos)

SIFLAN ANGI: Pilkada Sikka Akan Melahirkan Pemimpin Ilegal

Penyelenggaraan Pilkada Sikka saat ini telah sampai pada tahapan kampanye. Tetapi sejauh ini, ada kelompok yang tidak puas dan masih terus berupaya mencari kebenaran. Malah Panitia Pengawas (Panwas) Pilkada Sikka pun telah merekomendasikan kepada KPU Pusat agar menghentikan proses yang sedang berlangsung dan mengambilalih kegiatan ini. Apa akar persoalan yang memicu ketidakpuasan tersebut?
Berikut ini petikan wawancara wartawan DEMOS NTT, J.K. Fery Soge dengan anggota DPRD Sikka, Siflan Angi di Maumere, Rabu (2/4/2008). Dengan gaya lugas dan tanpa tedeng aling-aling, Siflan Angi menyoroti masalah-masalah pokok seputar pelaksanaan Pilkada yang disebutnya ilegal.


Proses Pilkada Sikka ini nampaknya akan berjalan terus walau ada rekomendasi dari Panwas agar dihentikan. Bagaimana pendapat Anda?
Pilkada
Sikka yang sedang berlangsung ini adalah Pilkada ilegal. Karena apa? Karena proses ini tidak berjalan sesuai aturan dan penyelenggara--dalam hal ini KPUD Sikka tidak netral.

Bisa jelaskan lebih rinci?
Hemat saya, saat KPUD mulai berperan sebagai penyelenggara Pilkada Sikka, mereka harus netral dan independen. Artinya, mereka tidak memihak kepada paket calon mana pun, dan tidak berpikir untuk kepentingan siapa pun. Pada proses verifikasi tahap pertama, KPUD telah melakukan kesalahan fatal. Karena apa? Mereka dengan serta-merta langsung menggugurkan tiga paket calon. Padahal dalam jadwal ada tahapan verifikasi tahap pertama dan tahap kedua.
Artinya, jika pada tahap pertama, paket calon yang belum melengkapi persyaratan sesuai ketentuan undang-undang, harus diberi kesempatan untuk melengkapi berkas-berkas yang masih kurang. Tapi faktanya ketika itu, KPUD langsung membuat keputusan dengan menggugurkan tiga paket calon. Dari proses ini, dapat saya katakan, KPUD Sikka sudah tidak netral.
Karena keputusan yang diambil tidak sesuai aturan, mereka menuai aksi demo dan berbagai kecaman pedas. Akhirnya mereka terpaksa memperbaiki kesalahan itu dengan memberi kesempatan kepada semua paket yang telah mendaftar untuk melengkapi kembali berkas-berkas mereka.
Dari tahapan verifikasi kedua, KPUD meloloskan lima paket calon yang dipandang telah memenuhi semua persyaratan. Ternyata ada masalah juga. Misalnya, ada partai yang mendukung paket calon yang digugurkan pada verifikasi tahap pertama, sekarang dianggap absah.

Dari fakta ini, apakah Anda percaya KPUD melakukan verifikasi ulang?
KPUD Sikka tidak melakukan verifikasi ulang. Contoh yang menyolok itu kasus PKB. Pada tahap pertama, PKB dinyatakan sah mendukung Paket YOSUA, tetapi pada verifikasi kedua, KPUD memutuskan bahwa PKB tidak sah untuk mendukung paket YOSUA. Acuan mana yang dipakai KPUD untuk menyatakan bahwa PKB yang sah adalah yang mendukung Paket MESRA?
Pada verifikasi tahap pertama, KPUD menyatakan Paket MESRA gugur karena DPC PKB yang sah adalah DPC PKB yang mendukung Paket YOSUA. Ketika itu Ketua KPUD, Robby Keupung menyatakan secara tegas bahwa benar PKB yang sah adalah PKB yang bergabung di Koalisi Bagi Rakyat. Bahkan kepada pers, dia memperlihatkan SK pemecatan Ketua PKB Sikka atas nama Dedy da Silva dan SK pengangkatan pengurus PKB Sikka yang baru atas nama Bertolomeus Moa Tidung. Bukan hanya itu. Dia juga memperlihatkan surat rekomendasi DPP PKB yang ditandatangani oleh Sekjen DPP PKB, Yenny Wahid. Tetapi pada verifikasi tahap kedua, pernyataan tegas yang disampaikan Robby Keupung bersama bukti-bukti yang ditunjukan itu, sama sekali diabaikan. Dia malah mengatakan bahwa PKB yang berada di Koalisi Sikka Sejahtera merupakan DPC PKB yang sah karena DPP PKB tidak menarik dukungan.

Mengapa bisa begitu?
Menurut saya, ini bukti dari ketidakpahaman terhadap makna aturan main yang ada. Ini juga pernyataan konyol dan bodoh. Karena apa? Secara hukum, ketika ada SK baru, maka SK lama dengan sendirinya gugur. Jadi, tidak perlu lagi ada penarikan dukungan, seperti dikatakan Roby Keupung. Karena SK baru itu sah secara hukum. Ini artinya, Ketua KPUD Sikka, dengan tahu dan mau memasuki wilayah intern partai. Karena yang berhak menentukan sah tidaknya sebuah kepengurusan partai di tingkat DPC adalah DPP partai bersangkutan, bukan KPUD Sikka.
Dari pernyataan ini, sangat kentara pula bahwa mereka tidak melakukan amanat pasal 43 ayat (2) PP Nomor 6/2005 yang berbunyi: “Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi penelitian kelengkapan dan keabsahan administrasi pencalonan, serta klarifikasi pada instansi yang berwenang memberikan surat keterangan.”
Ketika para pengurus Koalisi Bagi Rakyat (Kobar) dan Panitia Pengawas (Panwas) meminta hasil verifikasi yang sudah dilaksanakan, KPUD Sikka tidak bisa berkutik karena tidak ada bukti bahwa mereka telah melakukan penelitian kelengkapan dan keabsahan administrasi pencalonan serta klarifikasi pada instansi yang berwenang memberikan surat keterangan, dalam hal ini DPP PKB. Karena apa? Karena mereka ke Jakarta untuk konsultasi dengan KPU Pusat bukan melakukan penelitian dan klarifikasi.
Jadi, keputusan KPUD Sikka ini diambil hanya berdasarkan asumsi atau pendapat. Ini betul-betul fatal dan ngawur. Karena itu, saya katakan penyelenggaraan Pilkada Sikka ini ilegal.

Jika demikian, apakah proses ini masih layak untuk diteruskan?
Karena proses ini ilegal, maka mestinya harus segera dihentikan. KPUD harus tahu bahwa proses ini tidak sama dengan tender proyek. Kalau tender proyek aturannya sudah jelas. Apabila terjadi kesalahan administrasi, kontraktor-kontraktor yang merasa tidak puas dibolehkan melakukan sanggahan, tapi pengerjaan proyek jalan terus.
Penyelanggaraan Pilkada ini jangan disamakan dengan tender proyek. Pilkada ini tidak mengacu pada Keppres No. 80. Aturan Pilkada sudah jelas, kalau dalam proses ini ada yang tidak beres, maka harus dihentikan.

Tapi, nampaknya proses ini akan berjalan terus…
Ya, kelihatannya ibarat anjing menggonggong, kafilah terus berlalu. Saya hanya mau ingatkan bahwa KPUD Sikka telah menanam bom waktu dengan melakukan kesalahan fatal ini. Akibatnya bisa sangat berbahaya kalau diteruskan. Karena apa? Karena proses ini ilegal.

Jika proses Pilkada ini ilegal, berarti pemimpin yang bakal terpilih juga ilegal... Ya, jelas. Kalau proses ini ilegal, maka pemimpin yang terpilih pun sudah barang tentu ilegal. Masyarakat Kabupaten Sikka ini mau dibawa kemana?

Pasal 42 ayat (1) huruf (j) UU No. 32/2004 berbunyi: “DPRD mempunyai tugas dan wewenang melakukan pengawasan dan meminta laporan KPUD dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah”. Mengapa amanat ini tidak dilakukan?
Pertanyaan itu betul sekali. Harusnya DPRD memanggil KPUD untuk meminta klarifikasi. DPRD harus tanya kepada KPUD kenapa bisa ribut-ribut begini. DPRD harusnya melakukan uji petik dengan paket-paket yang tidak puas dan dengan KPUD. Dari uji petik ini, DPRD bisa membuat kesimpulan dan memberi jalan keluar yang menyejukan sehingga proses ini benar-benar aman dan sesuai aturan. Tapi, amanat UU itu tidak dilakukan karena ada faktor X.

Bisa dijelaskan?
Masyarakat Kabupaten Sikka pasti sudah tahu apa yang saya maksud. Tapi baiklah. Yang saya maksud dengan faktor X itu adalah hubungan antara Ketua DPRD Sikka dan Ketua KPUD Sikka. Ketua DPRD itu statusnya ayah, sementara Ketua KPUD itu statusnya anak. Jadi, mana mungkin, ayah mau bertindak tegas terhadap anak. Inilah faktor X itu. Dan ini tidak benar. Seharusnya DPRD bisa memanggil KPUD sehingga persoalan yang ada bisa dijernihkan.

Amanat UU itu tidak dilaksanakan, tapi pimpinan Dewan malah sibuk menyoroti kinerja Panwas lantaran memberi rekomendasi kepada KPU Pusat untuk menghentikan pelaksanaan Pilkada Sikka. Bagaimana pendapat Anda?
Ya, ini sebenarnya DPRD sedang membuat lelucon yang tidak perlu dan menunjukkan kebodohan kepada publik. Panwas sudah menjalan tugas dan kewenangannya untuk mengawasi Pilkada. Mereka sudah bekerja sesuai Tupoksi mereka. Kenapa DPRD harus memanggil Panwas untuk memberi klarifikasi karena menemukan kejanggalan dalam pelaksanaan Pilkada? Ada apa ini? Bukannya memanggil KPUD karena telah melakukan kesalahan fatal tetapi memanggil Panwas karena menemukan kejanggalan. DPRD ini lembaga yang terhormat atau apa?

Pimpinan DPRD juga mempersoalkan kehadiran Ketua Panwas di tengah massa YOSUA yang melakukan aksi demo di KPUD Sikka. Ketua Panwas disebut telah melakukan orasi. Komentar Anda?
Aturan mana yang mengatakan Ketua Panwas tidak boleh orasi? Saya kira, Ketua Panwas boleh dan sah memberikan apresiasi politik. Apalagi saat itu situasi mulai memanas. Massa mulai saling dorong dengan aparat keamanan. Dia justru tampil di tengah massa untuk memberi kesejukan. Bahwa benar KPUD telah melakukan kesalahan administrasi dan melanggar kode etik KPU. Seharusnya pimpinan Dewan memberikan apresiasi dan mengucapkan terima kasih kepada Panwas karena mereka telah menjalankan tugas dan kewenangan mereka sesuai aturan. (*)