Selasa, 05 Agustus 2008

DPRD Flores Timur Mogok Bersidang

Jumat, 25 Juli 2008 15:25

Laporan Peren Lamanepa

Larantuka, NTT Online - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Flores Timur selama sebulan terakhir mogok sidang. Sikap ini diduga berkaitan erat dengan sikap keras kepala Bupati Flores Timur Simon Hayon yang menolak permintaan lembaga itu untuk hadir memberikan klarifikasinya sehubungan dengan desakan Forum Dewan Pastoral Paroki (F-DPP) se-kota Larantuka beberapa waktu yang lalu.

Dalam aksinya ke Dewan, Forum DPP mendesak DPRD setempat untuk memfasilitasi dialog terbuka dengan Bupati Simon Hayon terkait sejumlah pernyataannya di berbagai kesempatan yang irasional, provokatif, menebar kebencian serta melukai rasa keimanan penganut agama dan masyarakat berbudaya Lamaholot.

Ketua DPRD Mikhael Betawi Tokan saat menerima Forum DPP pada Sabtu (19/7) lalu mengemukakan bahwa Dewan sendiri kesulitan mengambil langkah lebih lanjut terkait desakan Forum, mengingat setiap agenda rapat selalu tidak terlaksana akibat tidak quorum.

Hal senada juga disampaikan Sekretaris Fraksi Partai Pelopor Piter Krowin. Dia mengaku kalau agenda-agenda pembahasan di dewan kini tertunda karena tidak quorum. Krowin melihat adanya scenario terselubung yang sedang dimainkan di lembaga itu agar rencana pemanggilan Bupati Simon Hayon terus tertunda.

“Kita lihat saja sekarang. Ada sejumlah anggota Dewan kini diberangkatkan untuk mengikuti bimtek. Orang-orang yang sama saja,” katanya kepada NTT Online, Jumat (25/7) siang.

Informasi yang berhasil dihimpun di Sekretariat DPRD Flores Timur menyebutkan bahwa, Sekwan terpaksa bersurat kepada masing-masing partai politik yang memiliki wakil di DPRD Flores Timur agar memerintahkan anggota fraksinya mengikuti setiap agenda persidangan DPRD yang sempat tertunda.

Sementara itu, Koordinator Gerakan Pemuda Reinha (GPR), Ferry Fernandez menilai, aksi mogok sidang yang diperlihatkan kalangan di DPRD Flores Timur belakangan ini justru membenarkan kecurigaan kelompoknya tentang adanya konspirasi antara DPRD dengan Bupati Simon Hayon.

“Sejak awal kita sudang curiga, makanya kita sudah dua kali tidak aksi ke dewan tapi langsung ke kantor bupati dan rumah jabatan desak bupati turun.”

Fernandez lebih lanjut menguraikan sejumlah indikasi tersumbatnya arus informasi di Flores Timur. Selain dewan yang tidak kunjung bersidang, indikasi lainnya menurut dia adalah tumpulnya pena media yang beredar di Larantuka dalam mengkritisi apa yang disebutnya dengan konspirasi tersebut.

Tentang peran media massa tersebut, Ferry menduga kuat Simon Hayon melalui jaringan kerjanya telah “membeli” media. “Bayangkan saja, aksi kita yang pertama tidak pernah ditulis, tau-tau Pos Kupang memuat wawancara dengan Bupati Simon Hayon. Ini kan sangat tidak berimbang. Tetapi bukan soal bagi kami, karena GPR tidak sedang mencari pembelaan dari media. Mau tulis syukur, tidak juga tidak apa-apa.”

Terhadap dugaan konspirasi bupati, DPRD dan media massa ini, Ferry Fernandez menandaskan bahwa GPR dalam waktu dekat akan kembali menggelar aksi besar-besaran yang melibatkan kalangan generasi muda secara lintas agama.

“Target kami, karena pemerintahan sudah berjalan dibawa bayang-bayang teori mistik takhyul, tidak irasional, provokatif dan bupati sendiri sering menebar kebencian, dan memutarbalikan doktrin tentang wawasan nusantara, maka kita sebagai generasi muda tidak akan segan-segan mendesaknya mundur dari jabatan sebagai bupati. Tekat kami sudah bulat dan tidak bisa ditawar-tawar lagi, lihat saja nanti.”

Rekaman NTT Online, selama 2 bulan terakhir sudah terjadi 15 kali aksi demo menentang sejumlah kebijakan, dan pernyataan yang dibuat Bupati Simon Hayon yang dinilai irasional dan provokatif. Selain itu, dema tandingan yang diduga digerakan oleh beberapa anggota DPRD yang setiap kepada bupati juga berlangsung terus.

Dalam aksi mereka yang terakhir Senin (21/7) lalu, GPR berhasil mengusir dari rujab Bupati Flores Timur sebuah kelompok terdiri dari 26 anggota Linmas dari Desa Deri Kecamatan Ile Boleng yang dikoordinir Kades Deri Fransiskus. Kelompok 26 orang ini diduga datang tanpa ijin polisi dan langsung dibawa keluar kompleks rujab menggunakan mobil patroli Dalmas Polres Flores Timur.(*)

1 komentar:

myblog mengatakan...

Simon Hayon kemungena kae....