Selasa, 08 April 2008

Ir. Sarah Leri Mboeik: ”Jika Beni Harman Tidak Lolos, Saya Pilih Medah”


Siapakah figur calon gubernur NTT periode 2008-2013 yang anti korupsi? Menurut Direktris PIAR NTT, Ir. Sarah Leri Mboeik, orangnya adalah Dr. Benny K. Harman, SH,MH. Tapi, jika Benny tidak lolos dari pintu gabungan partai politik, ia condong memilih Drs. Ibrahim Agustinus Medah yang dicalonkan Partai Golkar NTT. Koq?
Ikuti nukilan wawancara wartawan DEMOS NTT Online, Lembo dan Wim Kedang dengan Leri Mboeik, berikut ini:

Bagaimana Anda melihat penanganan kasus korupsi oleh kepolisian dan kejaksaan di NTT, terutama sejumlah kasus dugaan korupsi di Kabupaten Kupang, misalnya kasus pengadaan kapal ikan dan kasus jati Amfoang yang sudah sangat lama tapi belum juga tuntas?
Pada dasarnya saya tidak terlalu setuju juga dengan status misalnya tersangka karena itu melanggar hak asasi orang lain. Misalnya, dulu kasus tersangka yang dibebankan kepada Pak Piet Tallo. Iya kan? Ternyata Pak Piet Tallo tidak bermain disitu, yang bermain kan ada orang lain yang sampai sekarang tidak pernah ditelusuri. Begitu pula kasus Medah --dalam artian yang mau saya garis bawahi disini adalah-- sebaiknya mempercepat proses hukum dengan mengatakan orang bersalah atau tidak daripada menggantung-gantung itu. Saya tidak terlalu setuju. Oke saya mendorong penegakan hukum itu terjadi tetapi bukan berarti itu berlarut-larut seperti orang bikin ATM. Dengan mempercepat orang itu sebagai terdakwa atau mempercepat SP3, itu saya pikir lebih baik. Anda mau selama hidup Anda ditetapkan sebagai tersangka? Terus begitu?
Itu kan menghambat ruang gerak. Karena kecenderungan penanganan kasus di NTT ini sampai berulang tahun dan akhirnya disorting sebagai kasus politik jadinya. Bayangkan kasus pak Medah itu sudah berapa tahun? Ketika ada moment Pilkada ini barulah mulai diungkap-ungkap ke publik. Itu yang harus dipisahkan antara kasus politik hukum dan hukum politik. Jadi jangan dibebankan seperti itu. Kenapa begini lama kok tidak injak misalnya. Saat moment begini baru diangkat-angkat dan hantam. Saya juga bisa bikin contoh, kasus sarkes yang selama ini tidak pernah diomong-omong padahal kasus sarkes ini kan kalau kita selidiki aliran uang lari kemana? Kan tidak pernah dikritisi. Yang jadi korban adalah Piet Tallo, yang korban Yani Mboeik, yang korban orang lain. Padahal coba lihat, siapa yang untung dalam kasus ini? Saya minta pihak kejaksaan untuk segera menuntaskan kasus ini karena saya tahu ada back up politik orang tertentu disitu.
Nah, untuk kasus Kabupaten Kupang ini saya melihat semua orang mulai mengaitkan dengan isu politik ketika sudah begini (memasuki momen pemilu gubernur dan wakil gubernur NTT-Red). Jujur saya tidak setuju.
Yang saya setuju adalah bagaimana mempercepat status seseorang dari kasus hukum itu. Karena misalnya 10 tahun kita menetapkan seseorang menjadi tersangka itu kan sangat berdosa. Kan masih ada peluang hukum lain misalkan praperadilan, tetapi yang terpenting adalah bagaimana mempercepat dan menetapkan status seseorang. Itu hak seseorang untuk mendapat status yang jelas. Jangan setiap kali tersangka, giliran rakyat ribut mulai kembali diangkat. Rakyat diam, kita pun diam.

Belakangan status Medah dibersihkan dari kasus kapal ikan dengan keluarnya SP3. Menurut Anda, apakah ada kekuatan politik yang mengganggu proses penyidikan itu?
Makanya saya bilang.... saya paling tidak setuju kasus-kasus hukum dibalik politik hukum atau hukum politik. Kalau hukum ya hukum. Politik jangan dikaitkan seperti itu. Tetapi memang banyak kali kaku. Kita lihat yang memproduksi hukum ini kan DPR. DPR ini kan dari partai politik juga. Dan pada akhirnya, penegakan hukum juga ada intervensi ke arah situ. Terlepas dari kasus Medah ataukah bukan kasus Medah, saya pikir semuanya sama.
Kenapa anggota dewan itu tidak punya akses terhadap hukum? Karena dia tidak mempunyai back up politik yang kuat. Kalau dia punya back up politik juga dibebas’in. Buktinya, kasus judi yang terjadi di Kota Kupang yang melibatkan kalangan pejabat politik Kota Kupang kan tidak pernah ditindaklanjuti. Malah Agus Nugroho yang saat itu menjabat sebagai Kapolresta dipindahkan ke Polda NTT. Kan kasihan. Sudah ditangkap setengah mati oleh Agus Nugroho tapi tidak bisa dilanjutkan. Dan, Agus Nugroho tidak bisa berbuat apa-apa dengan kasus ini.
Jadi bukan hanya pak Medah sebagai ketua DPD I Golkar yang mau bertarung dalam Pemilu Gubernur-Wagub ini sehingga kita menyoroti dia dari satu sisi saja. Disini bukan saya membela Medah, tapi sistem hukum ini ternyata pilih bulu. Kenapa kasus pejabat-pejabat publik tidak pernah ditangani secara baik? Kenapa pejabat-pejabat tidak pernah ditarik-tarik? Saya tidak mau melihat kasus per kasus, tetapi saya mau melihat ini suatu sistem penegakan hukum di NTT. Mari kita melihat satu siklus penegakan hukum di NTT yang lebih utuh. Itu yang ingin saya tegaskan disini.

Apakah Anda yakin Medah mampu memberantas KKN di NTT?
Itu yang masalah. Sekarang yang perlu kita lakukan bersama adalah menguatkan konstituen (daerah dampingan) agar mereka lebih kritis. Saya pikir ada yang lebih munafik dan parah. Mendingan Medah, lebih jujur. Bukan saya membela Medah, tapi dia lebih jujur. Dia masih lebih baik daripada yang lain. Yang lain munafik karena back up politik yang kuat, tapi ternyata lebih buruk dari Medah.
Kalau soal figur pilihan saya, saya lebih memilih Beni Harman ketimbang yang lain. Karena dia anti korupsi. Tetapi kalau Beni Harman tidak lolos dari pintu gabungan, maka sebaiknya saya pilih Medah. Kenapa? Karena inovasi yang dibuat di Kabupaten Kupang. Yang lain apa? Menjadi Wakil Gubernur selama lima tahun apa nilai lebih yang dibuat olehnya? Kita melihat dari sisi positif saja dan memberikan apresiasi. Oke di suatu sisi ada kelemahan sebagai manusia, tetapi kita perlu memilih yang realistis. Itu pesan terakhir saya pada rakyat.
Dan, juga harus mengutamakan nilai-nilai universal. Jangan kita pilih orang yang bilang tidak punya kasus, tetapi ternyata di belakang punya kasus parah, tetapi karena di-back up kekuatan politik maka dia lolos. (*)

Tidak ada komentar: