Sabtu, 10 April 2010

STFK Ledalero: "Menggarami" Pendidikan NTT

Tahun ini usia Sekolah Tinggi Filsafat Katolik (STFK) Ledalero yang terletak sekitar 10 kilometer dari Ibukota Kabupaten Sikka, Maumere, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT), genap 72 tahun. Sebagai lembaga pendidikan tinggi yang secara khusus mempersiapkan calon imam dan berdiri pada 20 Mei 1937, sekolah ini sering disebut-sebut sebagai matahari intelektual dari timur.
Gelar "matahari intelektual dari timur" memang bukan tanpa alasan. Sebagai sebuah kampus yang terletak di sebuah pulau dengan segala keterbatasannya, STFK Ledalero yang membuka cabang ilmu filsafat dan teologi ini, justru mampu mengimplementasikan dirinya sebagai "garam" dan "terang" dalam dunia pendidikan.
Mantan Rektor STFK Ledalero Pater Dr Philipus Tule, SVD dalam berbagai kesempatan mengatakan, dalam kurun waktu 23 tahun sejak tahun 1983, STFK Ledalero telah mengirimkan lulusannya sebanyak 300 orang ke 37 negara, di antaranya ke Amerika Serikat, Amerika Latin, Afrika, Eropa, Australia, dan Rusia.
Perubahan besar juga terjadi untuk tenaga pengajar. Kalau sejak 1980-an, tenaga pengajar didominasi oleh dosen dari luar negeri (misionaris), terutama dari Eropa, maka sekarang dari 44 dosen tetap (S-2/S-3), hanya tiga dosen dari luar negeri. Ketiga dosen dari luar negeri itu adalah Pater Dr George Kirchberger SVD dari Jerman, Pater Jozef Pieniazek SVD dari Polandia, serta Pater Dr John M Prior SVD asal Inggris.
STFK Ledalero mengembangkan sistem pendidikan yang mengarahkan mahasiswa untuk berpikir kritis dan mandiri dalam berbagai hal. Suasana demokratis sangat terasa selama perkuliahan berlangsung. Perdebatan sengit sering terjadi antara dosen dan mahasiswa. Mahasiswa mengkritik dosen, dosen mengeritik mahasiswa, atau di antara sesama mahasiswa saling mengkritik, merupakan pemandangan biasa. "Menariknya, tingkah laku kita saat kuliah, misalnya mengkritik habis-habisan teori yang sedang diajarkan sang dosen, tidak berpengaruh sama sekali dengan nilai akhir ujian. Tak ada dosen pendendam," kata Fabianus, alumnus STFK Ledalero yang kini bekerja sebagai dosen di salah satu kampus di Jakarta.
Asal Kata Ledalero
Kata Ledalero sendiri dari kata leda dalam bahasa Maumere berarti sandar, dan lero adalah matahari atau bukit. Ledalero adalah bukit sandaran matahari. Menurut Pater Tule, masyarakat sering menyebut demikian, sebab dimungkinkan jika dilihat dari Maumere, saat matahari terbenam, akan tampak seolah-olah matahari bersandar di bukit di kawasan lembaga pendidikan ini berada. Dulu tempat ini dikenal angker. Masyarakat sekitar mengisahkan, tempat itu banyak setan. Masyarakat tak berani untuk menempati, sampai para misionaris datang dan tinggal di sana.
STFK Ledalero merupakan peningkatan dari Seminari Tinggi St Paulus Ledalero, yang didirikan oleh Serikat Sabda Allah (Societas Verbi Divini/SVD), sebagai tindak lanjut dari ensiklik atau pesan tertulis Paus Benediktus XV pada tahun 1919.
Tahun 1935, kegiatan per kuliahan sudah berjalan dengan mahasiswa sebanyak 13 orang. Namun, pada 20 Mei 1937 barulah sekolah tinggi ini disahkan. Tanggal ini sekaligus dijadikan tanggal resmi berdirinya STFK Ledalero.
Rektor STFK Ledalero saat ini, Pater Dr Kondrat Kebung, SVD mengatakan, STFK Ledalero sebenarnya baru berusia 40 tahun, lebih muda 32 tahun dari Seminari Tinggi Santu Paulus induk semangnya. Pasalnya, baru tanggal 15 April 1969 para uskup Nusa Tenggara dan Regional SVD se-Indonesia membahas status Seminari Tinggi St. Paulus Ledalero.
Superior General SVD (pemimpin orde SVD di seluruh dunia), Pastor Musinsky dari Roma yang berkunjung ke Ledalero pada tanggal 5 November 1969, menyetujui usulan mengenai status sekolah tinggi. Ledalero menerima status terdaftar pada 18 Juni 1971 dan diakui Pemerintah RI pada 12 Januari 1976. Pada 22 Januari 1981 STFK Ledalero mendapat status disamakan untuk tingkat sarjana muda.
Karena itu, pada panca windunya, STFK Ledalero sudah menghasilkan ribuan lulusan yang bekerja di seantero jagat. Kebanyakan yang berkarya di Tanah Air adalah misionaris-misionaris awam (non-biarawan), sedang yang bekerja di lima benua terbanyak adalah misionaris biarawan (klerikal dan non-klerikal).
Hingga kini sudah ada puluhan uskup, 763 imam SVD, serta ribuan awam Gereja Katolik yang dibesarkan seminarium (persemaian) ini. Mahasiswa/inya pun mulai bervariasi, tidak hanya calon misionari SVD, ada juga calon imam projo (Pr) dari Seminari Tinggi Ritapiret, Scalabrinian, Carmel, Rogationis, Konggregasi Suster-suster SSpS, KFS, CSSS, Pasionis, serta mahasiswa awam (non-klerikal). Selain itu beberapa imam konggregasi MSC, CSSR dan SDB juga pernah mengenyam pendidikan di tempat ini.
"Kami tetap mengupayakan agar konsisten pada perkembangan teologi, filsafat, ilmu-ilmu sosial dan politik, bahasa, budaya serta pendekatan lain yang membantu pelayanan para misionaris dan juga lulusan awam lainnya," kata Rektor STFK Ledalero Dr. Konrad Kebung.
Ledalero kini memiliki sebuah perpustakaan terlengkap di Nusa Tenggara Timur (NTT), sebuah laboratorium komputer, lab bahasa, bengkel kreasi mahasiswa berupa sanggar lukis, tiga teater, sarana dan prasarana olahraga, serta gedung perkuliahan yang baru.
Pascagempa yang menghantam Flores pada 1992 dengan kekuatan 6,8 pada skala Richter, beberapa angkatan STFK Ledalero harus menghabiskan masa perkuliahan program strata satu dan pascasarjananya di barak-barak kuliah darurat. Gedung perkuliahan baru dengan dua blok berlantai dua (untuk S1 dan S2), baru mulai digunakan pada pertengahan 2001. [Berbagai sumber/ Ermalindus Sonbay/Suara Pembaharuan.com].

Tidak ada komentar: